TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Tani dan Nelayan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Riyono menilai teguran Presiden Joko Widodo terhadap kinerja Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) bukan kali pertama.
Menurut Riyono, Presiden harus berani mengambil langkah serius mengatasi lemahnya kinerja Bulog dalam mengelola serapan produk petani termasuk penyaluran beras.
"Keluhan Presiden pada Rapat Kabinet Senin 20 Juni 2022 yang kesekian kali terkait kinerja Bulog, awal tahun 2022 juga sudah dikeluhkan. Mengapa sekarang dikeluhkan kembali?" ujarnya kepada Tribun Network, Selasa (28/6/2022).
Baca juga: Pengusaha Beras Yakin Anies Dapat Tiket Pilpres, Taruhan Range Rover Tanggung Kalau Cuma Alphard
Dia mengatakan bahwa kondisi Perum Bulog semakin menyedihkan karena beban berat utang senilai Rp13 triliun dan skema bisnis tidak tertata.
Utang tersebut dipicu dari pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang hingga saat ini mencapai 1,2 juta ton.
"Kemampuan yang hanya enam persen untuk market beras membuat Bulog hanya sebagai penonton pemain pangan nasional," urainya.
Riyono mengungkapkan carut marut kinerja Bulog bukan tanpa sebab, akibat peran pemerintah dalam penugasan yang sangat ambigu terkait penyerapan gabah petani dan penyedian beras untuk bantuan Covid-19.
Menurut dia, bantuan yang diberikan dengan sistem tidak cash membuat sisi keuangan Bulog limbung.
"Pak Buwas pada Maret 2021 sudah menyatakan bahwa Bulog berpotensi rugi besar bisnisnya di 2021.
Ternyata tepat prediksinya, utang Rp13 T menjadikan Bulog bisa bangkrut. Presiden harus berani ambil langkah serius," papar Riyono.
Baca juga: Undang Ekonom, Mendag Zulkifli Hasan Bahas Harga Cabai Hingga Beras
Perlu kepastian nasib Bulog setelah dilahirkannya Badan Pangan Nasional (BPN) yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden.
Riyono menegaskan sudah waktunya Bulog dibubarkan dan urusan pangan sepenuhnya menjadi tugas dari BPN.
"PKS meminta agar Presiden melakukan revitalisasi atau jika memang tugas Bulog sudah tidak mampu diperbaiki lebih baik dibubarkan saja sesuai arahan Presiden Jokowi, tapi apa Presiden akan melakukan?" imbuhnya.
Diketahui, Bulog telah melakukan impor pada 2018 sebanyak 1.785.450 beras sampai sekarang masih ada tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan.
Dari jumlah tersebut, 106.642 ton di antaranya merupakan beras turun mutu.
Catatan di bulan maret 2021 sudah menggambarkan bahwa Bulog akan merugi di tahun 2021.
Baca juga: Presiden Jokowi Sentil Bulog: Serap Beras Petani Tapi Tak Bisa Jual Lagi
Pada awal tahun 2022 mulai Januari sampai Februari panen raya namun gejolak harga gabah terjadi karena stok gabah yang melimpah.
Ancaman Krisis Pangan
Presiden Jokowi meminta semua pihak mulai dari petani hingga BUMN meningkatkan produksi beras nasional.
Jokowi menyatakan kebutuhan pangan sangat penting di tengah ancaman krisis global.
"Kalau sudah mengambil jangan sampai kayak Bulog, ngambil dari petani banyak, stok, nggak bisa jual sehingga kualitasnya jadi turun dan ada yang busuk yang dulu, rusak, jangan," kata
Jokowi saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/6/2022).
Sindiran Jokowi tersebut sebagai penegasan terhadap Perum Bulog yang dinilai tidak bisa menyalurkan sehingga kualitas beras menurun.
Orang nomor satu di Republik Indonesia itu meminta agar penyerapan beras petani harus dilakukan benar, termasuk biaya angkut dan jualnya.
Baca juga: Inisiasi Investasi Beras Bulog, Buluk Eks Superglad Dituding Menipu, Korban Ungkap Kronologinya
Jokowi pun sudah menyampaikan arahan ini langsung ke Menteri BUMN Erick Thohir dan kementerian terkait lain, pemda, hingga swasta.
"Pelaksanaan di lapangan dinilai butuh kerja sama yang baik karena anggaran ketahanan pangan sangat besar," tukasnya.
Jokowi membeberkan pada 2018 anggaran pemerintah untuk pangan mencapai Rp 86 triliun dan tahun ini naik menjadi Rp 92,3 triliun.
"Semua harus ada grand plan-nya. Rencana besarnya seperti apa? Sudah disampaikan, termasuk dengan (rencana) pelaksanaan juga harus ada," tegas Presiden. (Tribun Network/Reynas Abdila)