Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Nilai tukar rubel terpantau makin menguat melewati 52 per dolar AS hingga posisinya naik ke level tertinggi sejak Mei 2015.
Kenaikan tersebut terjadi usai Rusia dinyatakan default karena gagal membayarkan bunga obligasi dua Eurobond senilai 100 juta dolar AS, yang jatuh tempo pada 27 Mei lalu.
Jumlah tersebut terbilang kecil jika dibandingkan dengan jumlah pendapatan Rusia dari penjualan minyak mentah, namun karena Rusia di blokir dari sistem keuangan global sehingga pihaknya tidak dapat melakukan transaksi pelunasan utang.
Kondisi ini makin diperparah dengan adanya pembekuan cadangan devisa Rusia yang senilai 640 miliar dolar AS. Hal tersebut yang membuat Rusia dinyatakan gagal bayar oleh AS walau sebenarnya Rusia mampu untuk melunasi bunga obligasi dua Eurobondnya.
Meski telah dinyatakan default, namun nyatanya pergerakan nilai rubel di perdagangan Moscow masih terpantau menguat.
Pada Selasa (29/6/2022) 1523 GMT, rubel melesat hampir 3 persen menjadi 51,88 melawan greenback, dan naik lebih dari 2,5 persen menjadi 54,71 melawan euro.
Angka ini terpaut jauh jika dibandingkan pada perdagangan Februari lalu dimana saat itu rubel hanya berada di level 80 melawan dolar dan 90 melawan euro.
Baca juga: Rusia Dihajar Sanksi Ekonomi, Kurs Rubel Malah Melesat ke Level Tertinggi
Kenaikan juga terlihat pada pasar saham indeks RTS berdenominasi, dalam pergerakannya rubel menunjukan kenaikan sebanyak 2,5 persen menjadi 1.464,1 poin.
Meski dalam MOEX Rusia berbasis, nilai rubel menurun tipis sebanyak 0,3 persen namun pointnya masih unggul menguat di angka 2.409,1 poin.
Baca juga: Rusia Uji Coba Proyek Rubel Digital Pada April 2023 Mendatang
“Default ini sudah diperkirakan akan terjadi, namun hal tersebut tidak akan berdampak besar pada sekuritas Rusia, karena Kremlin memiliki uang untuk melakukan pembayaran Eurobonds tetapi pasar utang luar negeri untuk Rusia telah ditutup” kata Alexander Afonin, kepala penelitian utang di bank investasi Sinara.
Baca juga: Rubel Rusia Terus Menguat di Tengah Invasi, Tembus 55,75 Terhadap Dolar AS
Mengutip dari Reuters kenaikan nilai rubel terjadi karena adanya pengetatan kontrol modal keuangan yang dilakukan pemerintah Rusia, dengan menjual valuta asing serta menuntut pembayaran ekspor menggunakan rubel.
Dengan langkah tersebut Putin membuktikan bahwa negara pimpinannya mampu melawan sanksi ekonomi yang ramai dijatuhkan AS dan barat