"Saya tidak berpikir inflasi konsumen inti akan mencapai 3 persen kecuali harga barang dan jasa harian yang lebih luas naik," tambahnya.
Sementara kenaikan harga bahan bakar tetap menjadi pendorong utama kenaikan CPI. Laju kenaikan harga energi year-to-year melambat menjadi 17,1 persen di bulan Mei, dari sebelumnya 19,1 persen di bulan April.
Sedangkan untuk harga makanan, tidak termasuk sayur, daging dan ikan, naik 2,7 persen di bulan Mei. Kenaikan ini menjadi yang tercepat sejak tahun 2015.
Baca juga: Pemerintah dan Bank Indonesia Diminta Jaga Inflasi Agar Rupiah Tak Semakin Terpuruk
Naiknya harga bahan bakar dan pangan, yang diperparah oleh invasi Rusia ke Ukraina dan pelemahan nilai mata uang Yen yang meningkatkan biaya impor, diperkirakan oleh para analis akan membuat inflasi konsumen inti Jepang berada di atas target 2 persen BOJ untuk sebagian besar tahun ini.
Namun tidak banyak yang dapat mendukung BOJ, karena konsumen rumah tangga menghadapi kenaikan biaya hidup dan pertumbuhan upah yang lambat.
Gubernur BOJ, Haruhiko Kuroda telah berulang kali mengatakan bank sentral akan menjaga kebijakan moneter super longgar hingga permintaan domestik kembali kuat dan pertumbuhan upah semakin meningkat.
Inflasi Korea Selatan Cetak Rekor Tertinggi Dalam Kurun Waktu 24 Tahun Terakhir
Inflasi Korea Selatan pada bulan Juni mencapai level tertinggi sejak krisis keuangan Asia yang terjadi lebih dari dua dekade lalu.
Data menunjukkan pada Selasa (5/7/2022) indeks harga konsumen tumbuh sedikit lebih cepat dari perkiraan, yakni sebesar 6,0 persen pada bulan Juni dibandingkan tahun sebelumnya, sekaligus yang tertinggi sejak November 1998.
Sementara data lain menunjukkan cadangan devisa menyusut paling besar sejak akhir 2008.
Baca juga: The Fed Berencana Kerek Lagi Suku Bunga untuk Antisipasi Lonjakan Inflasi AS
Ekonom dan pakar pasar Korea Selatan menepis bahwa negara tersebut yang jatuh ke dalam krisis seperti yang terjadi beberapa kali di masa lalu.
Tetapi beberapa dari mereka juga memperingatkan pemerintah dan bank sentral yang saat ini sedang menghadapi masa sulit.
"Pembuatan kebijakan akan menjadi semakin sulit karena mereka memiliki campuran risiko inflasi naik dan risiko pertumbuhan ekonomi turun yang terus berlanjut untuk saat ini," kata Park Seok-gil, seorang analis di JPMorgan Chase Bank.
Angka inflasi yang tinggi memperkuat kasus kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral sebesar 50 basis poin yang belum pernah terjadi sebelumnya.