Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Sejumlah perusahan besar di Asia terancam gagal bayar utang berdenominasi dolar, imbas dari melonjaknya nilai jual dolar AS yang melesat ke level tertinggi selama dua dekade terakhir.
Ancaman default ini terjadi karena nilai dolar mengalami lonjakan, hal tersebut yang membuat suku bunga pembayaran di bank sentral Asia mengalami kenaikan.
Kondisi ini tentunya semakin mempersulit perusahaan-perusahaan di Asia dalam membayarkan utangnya, terlebih saat ini kondisi ekonomi Asia tengah tertekan imbas dari melonjaknya biaya impor bahan baku.
Baca juga: Sektor Properti China Mulai Meredup Usai Shimao Group Dihantam Default Triliunan Rupiah
“Dengan kenaikan suku bunga, kami percaya risiko mata uang akan memainkan peran yang lebih besar dalam penggalangan dana dan kemampuan serta kemauan perusahaan untuk mendanai dalam dolar AS dan dalam keadaan darurat,” kata Analis Global S&P Xavier Jean.
Channel News Asia mencatat total utang perusahaan-perusahaan di Asia pada tahun 2021 lalu telah mencapai 338 miliar dolar AS, angka tersebut kian bertambah dan melonjak seperempat persen pada Maret lalu menjadi 6,7 triliun dolar AS.
Kenaikan ini bahkan jadi yang tertinggi sejak dua tahun terakhir. Menurut data analisis Global S&P, jumlah tersebut merupakan gabungan utang dari 1.700 perusahaan Asia diantaranya perusahaan dari China, Korea Selatan, Indonesia dan Vietnam.
Baca juga: Imbas Bear Market, Perusahaan Kripto Three Arrows Capital Default Hingga 670 Juta Dolar AS
Dimana rasio cakupan bunga Indonesia di akhir Maret lalu telah mencapai -4,10 meski tak setinggi rasio utang pada bulan September tahun lalu, namun dengan angka tersebut perusahaan Indonesia memimpin lonjakan utang yang cukup besar dalam mata uang asing.
Tak jauh beda dengan Indonesia, rasio utang perusahaan China untuk periode yang sama juga ikut melesat di angka 3,02. Sementara itu perusahaan besar Jepang dan Korea Selatan, termasuk SoftBank Group Corp diketahui telah rampung mengeluarkan utang miliaran dolar pada tahun lalu.