News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Inflasi AS Tembus 9,1 Persen, Kamrussamad Minta BI Naikkan Suku Bunga Acuan

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad meminta Bank Indonesia mengambil langkah cepat dalam menahan dampak negatif dari melonjaknya inflasi Amerika Serikat yang mencapai 9,1 persen.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad meminta Bank Indonesia mengambil langkah cepat dalam menahan dampak negatif dari melonjaknya inflasi Amerika Serikat yang mencapai 9,1 persen.

"Bank Indonesia harus merespons cepat dengan menaikkan suku bunga agar inflasi di Indonesia terkendali," ucap Kamrussamad saat dihubungi, Kamis (14/7/2022).

Menurutnya, menaikkan suku bunga acuan perlu diambil karena kalau tidak, maka nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berlanjut melemah dan berpotensi mencapai level Rp 15.500 per dolar AS.

Baca juga: Pengamat: Perekonomian Global Sedang Melambat, Ekspektasi Inflasi Bersifat Jangka Pendek

"Lonjakan inflasi di AS akan mendorong kenaikan suku bunga The Fed bulan ini. Perkiraan hingga 100 basis poin, dari sebelumnya 75 basis poin," paparnya.

Selain menekan rupiah, kata Kamrussamad, kenaikan inflasi AS juga bakal berdampak ke pasar saham di dalam negeri.

"Akibat dari hal ini, maka dampaknya aksi jual saham oleh investor masih terus dilakukan di negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia," ujarnya.

Baca juga: Inflasi AS Melejit, Perusahaan Pakaian Tawarkan Diskon untuk Kurangi Stok yang Menumpuk

Analis: Bisa Menekan Rupiah

Analis Pasar Uang Ariston Tjendra menilai rekor baru inflasi Amerika Serikat (AS) di level 9,1 persen membuat mata uang rupiah semakin tertekan.

Menurutnya, inflasi tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menekan pertumbuhan ekonomi.

“Kenaikan inflasi terjadi akibat gejolak harga pangan sehingga menjadi kekhawatiran tersendiri yang bisa menekan rupiah,” tuturnya dihubungi, Kamis (14/7/2022).

Ariston mengatakan rupiah juga dikhawatirkan terkena dampak inflasi tinggi pada Juli ini, utamanya dari sisi inflasi volatile food.

Ia berujar bahwa data inflasi konsumen AS yang dirilis bulan Juni lebih tinggi dari bulan sebelumnya 8,6 persen (Mei 2022).

“Ini memvalidasi kebijakan bank sentral AS untuk lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuannya karena inflasi AS masih dalam tren naik," kata Ariston.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini