Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah pemerintah yang berencana menghapus subsidi listrik dan bahan bakar minyak (BBM) ke depan, dinilai dapat menyehatkan keuangan negara.
"Jika untuk tahun depan dan seterusnya, saya rasa subsidi BBM dan listrik bisa dikurangi dengan cara bertahap untuk APBN yang lebih sehat," kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda saat dihubungi, Selasa (26/7/2022).
Namun, Nailul menyebut untuk tahun ini pemerintah tidak boleh menghapus subsidi tersebut karena masih sangat diperlukan masyarakat dan mengontrol inflasi yang saat ini mengalami kenaikan.
Baca juga: Subsidi Listrik dan BBM Akan Dihapus Bertahap, Komisi VII: Terlalu Provokatif
"Saat ini angka inflasi terus meningkat dan bisa berpotensi menembus 5 persen. Inflasi yang terlalu tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat," ucapnya.
"Saya yakin jika pemerintah mencabut subsidi BBM dan listrik di tahun ini, walaupun cuman sebagian, maka inflasi bisa menyentuh ke angka 6 persen sampai 7 persen. Bisa berbahaya bagi konsumsi masyarakat," paparnya.
Baca juga: Didominasi Konsumen Pertalite, Pendaftar BBM Subsidi di MyPertamina Tembus 220 Ribu Kendaraan
Sebelumnya, Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan menyampaikan subsidi listrik dan BBM itu tidak efisien, sehingga akan mengalihkan langsung ke masyarakat yang berhak.
"Kita harus semakin mendorong belanja produktif. Subsidi BBM, subsidi listrik itu tidak efisien," ucapnya.
"Jadi memang secara bertahap, secara berangsur-angsur harus kita kembalikan ke harga keekonomiannya supaya belanja produktif," sambungnya.
Diketahui, tahun ini pemerintah menggelontorkan subsidi energi sebesar Rp 502 triliun meliputi bahan bakar minyak (BBM), listrik dan LPG 3 kg.
Belanja tersebut harus dibayarkan ke PLN dan Pertamina untuk menahan selisih lebar antara harga jual eceran (HJE) dan harga keekonomian.