Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) menerbitkan data yang menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) AS untuk kuartal kedua tahun ini turun 0,9 persen. Penurunan ini mengikuti kontraksi sebesar 1,6 persen di kuartal pertama tahun ini.
Data tersebut memicu perdebatan apakah AS saat ini berada di jurang resesi, yang telah diperingatkan oleh para ekonom sebagai risiko kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) dan inflasi yang membatasi pengeluaran konsumen.
Meski Ketua The Fed, Jerome Powell menolak menyebut AS berada di dalam resesi, karena menurutnya ada banyak bidang ekonomi AS yang berkinerja baik tahun ini, namun pernyataan ini belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran publik mengenai kekuatan ekonomi AS.
Salah satu faktor yang diperkirakan telah mendorong pertumbuhan ekonomi AS ke zona negatif dalam dua kuartal berturut-turut adalah persediaan atau barang-barang milik perusahaan AS yang belum terjual. Hal ini disinyalir beberapa analis memiliki peran besar dalam penurunan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam.
Perusahaan-perusahaan di AS menimbun banyak barang di akhir tahun lalu untuk menghindari masalah rantai pasokan dan memastikan mereka dapat memenuhi permintaan konsumen yang bangkit kembali.
Baca juga: Ekonomi Amerika Kontraksi, Joe Biden hingga Janet Yellen Bantah AS Mengalami Resesi
Namun dalam beberapa bulan terakhir, mereka menyadari ada banyak persediaan yang belum terjual di tengah ketidakpastian permintaan, sehingga membuat mereka ragu untuk melakukan pemesanan bahan baku baru.
Menumpuknya persediaan ini berkontribusi pada sebagian besar kontraksi ekonomi AS yang terjadi antara bulan April hingga Juni, menghapus dua poin persentase dari output ekonomi.
Beberapa ekonom dan investor berpendapat, karena pertumbuhan ekonomi AS yang digenjot pada akhir tahun 2021, membuat aktivitas ekonomi di paruh pertama tahun ini terlihat sangat rendah.
Baca juga: IMF Peringatkan Inflasi Tinggi Bisa Mengancam Ekonomi ke Jurang Resesi
"Kuartal keempat, bagi saya, sedikit membengkak. Semua orang hanya menimbun barang," kata kepala investasi di CBIZ Investment Advisory, Anna Rathbun, dikutip dari CNN.
Sementara direktur pelaksana investasi diskresioner di perusahaan manajemen investasi Man Group, Ed Cole mengatakan ada dua alasan utama mengapa penimbunan barang berperan dalam penurunan ekonomi AS.
Cole menjelaskan, saat pelanggan membeli sedikit produk maka perusahaan atau produsen tidak akan melakukan pemesanan bahan baku baru, yang akan membebani output pabrik.
Baca juga: Imbas Kenaikan Suku Bunga The Fed, Dolar Melanjutkan Pelemahan Nilai Terhadap Yen
Untuk alasan kedua, Cole mengatakan saat perusahaan dipaksa untuk mengurangi persediaan barang-barangnya dengan diskon besar-besar, hal tersebut memberi tekanan pada pendapatan dan laba perusahaan.
"Peringatan baru-baru ini oleh perusahaan ritel besar telah menunjukkan efek ini dengan cukup jelas," tambah Cole.
Minggu ini, raksasa ritel AS Walmart memangkas prospek labanya, memperingatkan adanya penurunan penjualan, sehingga diskon besar-besaran diperlukan untuk mengurangi kelebihan persediaan produk seperti pakaian.
Walmart bukan satu-satunya perusahaan yang berhadapan dengan masalah menumpuknya persediaan, produsen produk olahraga American Outdoor Brands (AOBC) baru-baru ini mengatakan inflasi dan kenaikan suku bunga telah meningkatkan persediaan mereka.
Perusahaan mainan Hasbro juga tak jauh berbeda, mereka mengatakan memiliki persediaan yang lebih tinggi dari biasanya, walaupun perusahaan ini menekankan stok mereka berkualitas sangat tinggi.