Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI (kode saham: BRIS) dikabarkan akan melakukan rights issue pada kuartal III-2022.
Pengamat Pasar Modal Reza Priyambada melihat, kinerja secara fundamental yang baik dari bank syariah terbesar di Indonesia ini dapat menjadi salah satu pertimbangan investor untuk menyerap saham baru BRIS.
Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh investor bila hendak menyerap saham baru BRIS.
Baca juga: Kuasai Pasar Segmen Haji, Nasabah BSI Tercatat 80 Persen dari Total Jamaah Haji Indonesia di 2022
“Pertimbangan pertama kinerja BSI bagus, artinya secara fundamental ini perusahaan sehat,” ujar Reza belum lama ini, Selasa (9/8/2022).
Seperti diketahui, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sebelumnya mengatakan target dana yang akan diincar dalam rights issue BSI adalah sebesar Rp5 triliun.
Aksi korporasi tersebut dilakukan untuk memenuhi aturan free float dan ekspansi bisnis BSI.
Adapun, batas minimal free float atau saham publik yang beredar sebesar 7,5 persen, sedangkan kepemilikan publik di BRIS 7,08 persen.
Baca juga: BSI Biayai Proyek Tol Semarang-Demak Lewat Pinjaman Sindikasi Rp1,34 Triliun
Sebagai tambahan informasi, BSI membukukan pertumbuhan laba signifikan per Juni 2022.
Mengutip dari paparan kinerja PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau BMRI selaku pemegang saham mayoritas, BSI membukukan laba Rp2,12 triliun atau naik lebih dari 40 persen secara tahunan.
Selain itu, penyaluran pembiayaan BSI juga naik 18,5 persen yoy menjadi Rp191 triliun.
Dengan demikian, lanjut Reza, harga saham baru akan menjadi menarik, karena lazimnya ditawarkan di bawah harga pasar yang berlaku.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, Selasa (9/8/2022), saham BRIS bertengger pada level Rp1.580, setelah sebelumnya sempat terjun ke Rp1.285 pada awal Juli 2022.
Reza juga menambahkan pertimbangan lain adalah likuiditas saham di pasar.
Dengan bertambahnya kepemilikan publik, artinya saham BRIS akan berpotensi semakin banyak ditransaksikan dalam satu waktu.
Adapun likuiditas saham adalah ukuran jumlah transaksi suatu saham dalam suatu periode tertentu. Semakin tinggi jumlah transaksi, berarti semakin tinggi pula tingkat likuiditas saham tersebut.
Secara terpisah, Pendiri Syariah Saham Asep Muhammad Saepul Islam mengatakan, tingginya minat investor dalam aksi korporasi yang dilakukan BSI nantinya tergantung pada rencana penggunaan dana segar tersebut.
Satu katalisator terbesar menurutnya adalah penggunaan dana untuk mengakuisisi unit usaha syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Bila melihat kinerja, UUS BTN membukukan pertumbuhan laba yang tidak kalah baik dengan BSI. Pun, fokus utama BTN Syariah yang menggarap segmen KPR akan memperkaya kemampuan BSI dalam menyalurkan pembiayaan.
“Berkaca pada BBRI juga pernah rights issue karena waktu itu ada isu pembentukan holding ultra mikro. Maka, tinggi (menarik bagi investor) bagaimana nanti dana rights issue ini mau digunakan untuk apa oleh BRIS,” kata Asep.
Selain itu, sentimen positif lainnya adalah apabila BSI dapat mengembangkan digitalisasi.
Asep memandang digitalisasi akan lebih mudah lagi untuk mengerek sentimen positif, sebab kata kunci pertumbuhan adalah terletak pada generasi Z dan digitalisasi.
“Kalau BSI bisa masuk di bidang itu, BSI akan dikenal generasi Z dan digital bankingnya lebih dikenal juga oleh khalayak,” terangnya.
Sebelumnya, manajemen BSI sempat mengungkapkan bahwa perusahaan akan meluncurkan aplikasi super atau super app pada awal 2023.
Dia mengungkapkan bahwa super app baru akan mengusung teknologi dan behavior baru, misalnya micro services atau arsitektur layanan mikro.
Micro services merupakan kerangka arsitektur yang dipakai sebagai model dalam pembuatan sistem cloud modern.
Sementara itu, dalam menerbitkan saham baru, menurut Asep, BSI akan diuntungkan satu faktor alami yang dimiliki oleh perusahaan berbasis syariah.
“Ada investor bank syariah yang tipikalnya loyalis, bukan oportunis ini untung atau tidak, tetapi karena saham syariah,” jelasnya.
Adapun, dari sisi teknikal, saham BRIS terpantau cukup kuat untuk menjaga harga.
Hal ini terlihat saat saham jatuh ke titik paling rendah tahun ini atau ke level Rp1.285, harganya kembali rebound ke level Rp1.500 hingga Rp1.600.