News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen di 2023, INDEF: Terjadi Stagnasi Ekonomi

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo bersalaman dengan anggota sidang saat akan meninggalkan tempat usai menyampaikan pidato pengantar RUU APBN Tahun Anggaran 2023 beserta nota keuangannya pada pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2022-2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (16/8/2022). Pemerintah menargetkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN sebesar 2,85 persen pada 2023. Terdapat kewajiban defisit di bawah 3 persen pada tahun depan sesuai arah konsolidasi fiskal. Hal tersebut tercantum dalam Buku Nota Keuangan beserta Rancangan APBN (RAPBN) Tahun Anggaran 2023. Buku tersebut memuat berbagai asumsi makro dari pelaksanaan anggaran pada tahun depan, yang penyusunannya berlangsung pada tahun ini. Pemerintah mengasumsikan pendapatan negara pada level Rp 2.443,6 triliun dan belanja Rp 3.041,7 triliun. Artinya, rencana defisit anggaran pada 2023 adalah Rp 598,2 triliun atau setara dengan 2,85 persen dari produk domestik bruto (PDB). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai pemerintah tidak optimis dengan menargetkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 sebesar 5,3 persen.

"Kami melihat tampaknya benar-benar terjadi awan gelap di tahun 2023," ujar Tauhid dalam diskusi, Selasa (16/8/2022).

Tauhid berujar, proyeksi pertumbuhan ekonomi itu diambil dari batas bawah dari asumsi dasar makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/RAPBN 2023 yang disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR.

"Pertumbuhan ekonomi antara 5,3-5,9 persen artinya pemerintah mengambil preferensi batas bawah dari target pertumbuhan ekonomi," kata Tauhid.

Baca juga: Kenakan Jas, Jokowi Tiba di Gedung Nusantara untuk Pidato RUU APBN 2023 dan Nota Keuangan

Tauhid menilai pemerintah tidak optimis, bahkan cenderung bahwa di 2023 akan terjadi 'awan gelap' karena pertumbuhan ekonomi berada pada 5,3 persen.

"Tahun depan masih menjadi tahun kritis. Kita dibayang-bayangi krisis Rusia-Ukraina dengan harga ICP (harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia) 90 dolar AS per barel," imbuh Tauhid.

Lalu, inflasi pada 2023 diupayakan tetap dijaga pada kisaran 3,3 persen serta defisit anggaran tahun 2023 yang direncanakan sebesar 2,85 persen terhadap PDB atau Rp598,2 triliun.

Pengetatan ekspansi fiskal yang pada tahun depan semakin dibatasi. Proyeksi belanja negara pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 direncanakan Rp3.106 triliun, sementara belanja di APBN 2023 hanya sebesar Rp3.041 triliun.

"Saya kira tahun depan terjadi stagnasi ekonomi, ini harus diwaspadai terutama masyarakat bawah karena tampaknya akan terjadi pengurangan subsidi BBM yang signifikan karena keterbatasan anggaran pemerintah," tutur Tauhid.

Sebelumnya, Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2023. Pemerintah berupaya untuk menjaga keberlanjutan penguatan ekonomi nasional.

Baca juga: Kurangi Beban APBN, Anggota Komisi VII Dorong Pemerintah Berani Putuskan Kenaikan Harga BBM Subsidi

Presiden Joko Widodo mengatakan, pelaksanaan berbagai agenda reformasi struktural terus dipercepat transformasi perekonomian. Hal itu dilakukan dengan menjaga kesehatan dan keberlanjutan fiskal untuk menghadapi risiko dan gejolak pada masa depan.

"Pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan sebesar 5,3 persen. Kita akan berupaya maksimal dalam menjaga keberlanjutan penguatan ekonomi nasional," ujarnya saat RUU APBN Tahun Anggaran 2023 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR, Selasa (16/8/2022).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini