Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi berada di level yang cukup tinggi hingga Juli 2022 ini.
Kepala BPS Margo Yuwono menyatakan, angka inflasi pada pertengahan tahun 2022 hampir menyentuh 5 persen.
“Sampai dengan Juli 2022, inflasi kita cukup tinggi. Juli ini YoY (Year on Year)-nya sudah mencapai 4,94 persen,” kata Margo Yuwono dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Selasa (30/8/2022).
Margo menambahkan komponen utama penyumbang tingginya angka inflasi ialah dari sektor bahan makanan dan energi.
Hingga Juli ini, lanjut dia, inflasi di sektor bahan makanan mencapai 10,88 persen (yoy) dan 5,02 persen (yoy) untuk sektor energi.
“Kalau dilihat kompenen penting yang juga perlu kita waspadai inflasi bahan makanan dan inflasi energi, keduanya sudah cukup tinggi,” ujarnya.
Secara rinci, kata dia, penyumbang inflasi terbesar sepanjang Januari hingga Juli ini, berasal dari komoditas cabai merah, bawang merah, tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan bensin.
Baca juga: Antisipasi Lonjakan Inflasi, Mendagri Minta Pemda Jaga Stabilitas Pangan
Untuk komoditas bahan makanan, lanjut dia, dipengaruhi oleh aspek volatile atau musiman. Dalam hal ini adalah cabai merah dan bawang merah, yang dipengaruhi oleh musim, cuaca hingga potensi gagal panen.
Margo menilai perkembangan harga cabai merah dan bawang merah perlu dipantau agar tidak menimbulkan inflasi.
Inflasi, kata Margo, juga dipengaruhi oleh komoditas yang penetapan harganya diatur oleh pemerintah. Adapun pemerintah menyesuaikan harga akibat kenaikan secara internasional.
Baca juga: Pengendalian Inflasi, Anggaran Ketahanan Pangan Capai Rp 21,9 Triliun, Buat Apa Saja?
Sebagai contoh komoditas yang harganya diatur pemerintah ialah tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan bensin.
“Jadi, sampai dengan Januari-Juli ini kitsa punya tantangan adalah bagaimana kita mengendalikan inflasi karena voaltile food cabai merah dan bawang merah,” ucap Margo.
“Satu lagi memang pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian karena sebagian barangnya masih dilakukan impor penyesuaian dari kenaiakan harga secara internasioanl,” ujarnya.