News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Survei Ipsos: 46 Persen Konsumen Indonesia Mengaku Terpengaruh Kenaikan Harga Dampak Inflasi

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hasil survei Ipsos mengenai inflasi dan situasi pasca pandemi Covid-19

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan riset pasar, Ipsos merilis hasil survei SEA Ahead gelombang keenam. Dimana 71 persen masyarakat Asia Tenggara mengakui situasi Covid-19 di negara mereka sudah terkendali dan percaya pandemi telah menjadi endemi.

Selanjutnya, pada laporan yang sama terlihat keuangan personal 22 persen dan inflasi 21 persen menjadi kekhawatiran terbesar masyarakat Asia Tenggara saat ini, berdasarkan hasil survei Ipsos Global Advisor - What Worries The World.

Inflasi menjadi kekhawatiran berbesar masyarakat dunia saat ini sebanyak 39 persen, sedangkan Covid-19 berada diurutan kesembilan 16 persen.

Baca juga: Waspadai Lonjakan Inflasi Pasca Naiknya Harga BBM

SEA Ahead merupakan rangkaian survei Ipsos untuk memahami perkembangan opini dan perilaku konsumsi masyarakat di Asia Tenggara selama pandemi.

Survei ini merupakan survei gelombang keenam yang diadakan secara online dengan melibatkan total 3.000 responden untuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina, selama bulan Mei dan Juni 2022.

Baca juga: Dampak Kenaikan Harga BBM: Siap-siap Biaya Transportasi dan Logistik Melonjak, hingga Picu Inflasi

Sedangkan Ipsos Global Advisor - What Worries The World merupakan survey berskala global yang mencakup 28 negara di dunia, termasuk Indonesia di antaranya, dengan melibatkan total 19.508 responden, selama Juli dan Agustus 2022.

Pada laporan SEA Ahead gelombang 6 ini, terlihat dampak gelombang inflasi global tak terelakkan dan turut berdampak pada negara-negara Asia Tenggara.

Mayoritas atau 96 persen konsumen Asia Tenggara mengatakan kenaikan harga memiliki dampak signifikan pada kehidupan mereka.

Di Indonesia, 46 persen konsumen mengatakan bahwa mereka "sangat terpengaruh" oleh kenaikan harga. Kategori produk yang dirasakan mayoritas konsumen Indonesia mengalami kenaikan harga signifikan, yaitu makanan 87 persen, gas 68 persen dan minuman 52 persen.

Meskipun demikian, mereka terus melakukan pembelian untuk kebutuhan pokok, seperti makanan, produk pembersih dan produk perawatan pribadi.

Sedangkan, pada pengeluaran sekunder atau kesenangan, seperti perjalanan domestik maupun internasional, kegiatan-kegiatan kebudayaan dan lainnya, konsumen mulai melakukan penghematan.

Selain itu, sebagian besar atau 40 persen konsumen masih ragu-ragu untuk melakukan pembeliaan dalam jumlah besar atau big ticket purchase, seperti rumah dan mobil.

"Kenaikan harga barang-barang rumah tangga, seperti makanan, gas dan minuman, akibat inflasi mulai mempengaruhi daya beli konsumen. Meskipun kita lihat optimisme masyarakat Indonesia terhadap ekonomi nasional positif, namun mereka akan lebih kritis dan berhati-hati dalam berbelanja dan memilih produk," tutur Managing Director Ipsos in Indonesia Soeprapto Tan dalam keterangan resmi, Sabtu (3/9/2022).

Mayoritas konsumen masih memilih lebih banyak berbelanja online, meskipun di antara mereka sudah berbelanja secara offline, baik di supermarket, minimarket, maupun pasar dan toko konvensional seminggu sekali atau lebih.

Khususnya konsumen Indonesia (59 persen) yang mengaku lebih sering berbelanja online saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu.

E-commerce adalah saluran belanja online paling banyak digunakan konsumen, dibandingkan melalui media sosial, aplikasi transportasi, maupun situs resmi.

Kategori produk yang banyak dibeli konsumen Indonesia secara online yaitu fashion dan pakaian olahraga (75 persem), top up saldo e-wallet maupun pembayaran tagihan (70 persen), serta makanan dan minuman (55 persen).

Lebih rinci, gen Z dan milenial lebih sering menggunakan jasa layanan antar-pesan dan pembayaran digital dibandingkan gen X.

Tan menyebut, dengan sebagian besar Asia Tenggara bertransisi ke fase endemik Covid-19 dan mengatasi inflasi, semakin penting bagi para pemimpin untuk melatih ketahanan dan pandangan ke depan jangka panjang untuk beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan kompleks.

"Masa inflasi memang menantang—bagaimana kita akan berinovasi? Sesuaikan strategi penetapan harga? Pikirkan kembali diferensiasi merek? Di tengah ketidakpastian, jalan ke depan perlu menentukan apa yang tepat untuk konsumen Anda, menyeimbangkan keuntungan jangka pendek dan risiko jangka panjang dan yang paling penting, membangun empati Anda untuk menciptakan hubungan nyata dengan konsumen serta mengambil tindakan yang relevan," terangnya.

Dalam laporan Ipsos Global Advisor – What Worries The World, 67 persen masyarakat dunia pesimis dengan situasi ekonomi negaranya.

Namun berbeda dengan masyarakat Indonesia, yang mayoritas 61 persen menyatakan situasi ekonomi nasional saat ini baik.

Secara peringkat Indonesia berada pada peringkat ketiga tertinggi dibandingkan negara lainnya, setelah Arab pada peringkat pertama (97 persen) dan India peringkat kedua (78 persen).

Pada laporan Ipsos SEA Ahead gelombang ke-6, diketahui rata-rata (54 persen) masyarakat Asia Tenggara mengaku optimis akan ekonomi nasional negaranya akan lebih kuat dalam 6 bulan ke depan.

Indonesia sendiri, optimisme masyarakatnya (77 persen) berada pada peringkat tertinggi dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya.

"Meskipun inflasi dan ekonomi global yang tak menentu, tetapi dari hasil kedua survei yang dilakukan Ipsos, baik SEA Ahead maupun Global Advisor, keduanya secara konsisten menunjukkan adanya sentimen positif masyarakat terhadap iklim ekonomi nasional saat ini dan ke depannya. Tinggnya optimisme masyarakat ini sangat berpengaruh terhadap pemulihan ekonomi dan konsumsi masyarakat itu sendiri," ujar Soeprapto Tan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini