Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA – China telah menandatangani perjanjian dengan raksasa energi asal Rusia yakni Gazprom untuk memulai pembayaran pasokan gas ke Beijing dengan menggunakan mata uang yuan dan rubel.
“Mekanisme pembayaran baru adalah solusi yang saling menguntungkan, tepat waktu, andal, dan praktis,” kata Alexei Miller, CEO Gazprom.
Miller menambahkan bahwa itu akan "menyederhanakan perhitungan" dan "menjadi contoh yang sangat baik bagi perusahaan lain".
Baca juga: Hentikan Pasokan Gas ke Eropa, Ini Syarat Rusia Mau Buka Pipa Nord Stream 1
Dikutip dari Aljazeera, Rabu (7/9/2022) Gazprom tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang skema tersebut atau mengatakan kapan pembayaran akan beralih dari dolar AS ke rubel dan yuan.
Perubahan tersebut merupakan bagian dari dorongan untuk mengurangi ketergantungan Rusia pada dolar AS, euro, dan mata uang lainnya, yang dipercepat oleh sanksi Barat sebagai tanggapan atas perang di Ukraina.
Baru-baru ini, Rusia telah berupaya membangun hubungan ekonomi yang lebih erat dengan China dan negara-negara non-Barat lainnya.
Pada awal tahun ini, Presiden Rusia Vladimir Putin meminta pelanggan Eropa untuk membuka rekening bank rubel dengan Gazprombank dan membayar dalam mata uang Rusia jika mereka ingin terus menerima pasokan gas dari Rusia.
Di samping itu, Rusia juga telah memutus pasokan gasnya ke beberapa perusahaan dan negara yang menolak persyaratan kesepakatan, sehingga menyebabkan harga energi melonjak.
Kremlin lalu mengatakan, pasokan gas Rusia ke Eropa tidak akan dilanjutkan sampai sanksi Barat terhadap Moskow dicabut.
Sementara itu, Gazprom juga mengatakan bahwa gas dari Kovykta yang kurang berkembang akan mulai mengalir melalui pipa Power of Siberia sebelum akhir tahun ini, sehingga memungkinkan peningkatan volume pengiriman gas ke China pada tahun 2023.