Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kenaikan target penerimaan cukai sebesar 11,6 persen pada 2023 dinilai akan berdampak signifikan terhadap industri hasil tembakau (IHT), khususnya segmen padat karya sigaret kretek tangan (SKT) yang melibatkan sekira 100 ribu pekerja.
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Profesor Hotman Siahaan mengatakan, pemerintah harus menyadari efek domino bagi laju perekonomian di daerah dalam menentukan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT).
“Dengan kenaikan CHT, maka industri rokok akan melakukan efisiensi besar-besaran, bisa saja mereka mengalihkan produksinya dari SKT menjadi sigaret kretek mesin (SKM). Artinya, ribuan bahkan jutaan pekerja SKT bakal menjadi pengangguran karena digantikan oleh mesin,” ujar dia dalam keterangannya, Rabu (14/9/2022).
Baca juga: Tutup Celah Rokok Murah, Struktur Tarif Cukai Diusulkan Jadi Tiga Lapisan Saja
Terlebih, menurutnya banyak di antara pekerja SKT merupakan Ibu rumah tangga yang selama ini turut menopang perekonomian keluarga.
“Kalau mereka menganggur, berarti daya beli keluarga menjadi rendah,” kata Hotman.
Lalu, ketika konsumsi rumah tangga menjadi lemah, maka pada akhirnya roda perekonomian di daerah tersebut menjadi lesu.
Situasi ini yang dinilainya juga akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Bahkan belum lama ini, Hotman mengungkapkan, sebuah pabrik SKT di Blitar terpaksa tutup hingga sebanyak 890 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dia menambahkan, tidak hanya pekerja, nasib petani tembakau juga tak kalah miris karena kenaikan cukai bisa membuat harga tembakau turun dan mengakibatkan petani merugi.
"Ujung-ujungnya, produktivitas pertanian tembakau turun, padahal ini bahan baku yang sangat diperlukan. Apakah kita ingin seperti itu? Kan tidak, semuanya tergantung pemerintah,” pungkasnya.