Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto berharap pemerintah dan DPR dapat segera menetapkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menjadi undang-undang pada tahun 2022.
Tujuannya agar adanya payung hukum pengembangan EBT secara berkelanjutan yang bermanfaat bagi peningkatan pelayanan publik pada sektor energi, khususnya sektor kelistrikan.
Hal ini disampaikan Hery dalam diskusi publik bertajuk 'Pengembangan EBT Pendukung Pelayanan Publik di Sektor Kelistrikan', Rabu (14/9/2022).
"Kami harapkan pemerintah dan DPR RI segera mengesahkan RUU EBT menjadi UU sehingga dapat jadi payung hukum pengembangan EBT secara berkelanjutan dan bermanfaat bagi peningkatan pelayanan publik sektor energi khususnya di sektor kelistrikan," kata Hery.
Menurutnya penting adanya diversifikasi energi, mengingat cadangan sumber daya energi fosil yang terbatas, beremisi tinggi dan mahal.
Diversifikasi energi dipandang perlu agar ketersediaan energi bagi publik bisa terjamin.
Baca juga: Ini Langkah-langkah Pemerintah Jaga Ketahanan Pangan di Tengah Ancaman Krisis Global
"Selaras dengan komitmen Paris Agreement di mana 2030 ditargetkan terjadi penurunan CO2 sebesar 29 persen, maka Indonesia harus segera melakukan transisi energi ke Energi Baru dan Energi Terbarukan," terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Manajer Pembangkitan PT PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Kalimantan Selatan dan Tengah, Yekti Kurniawan mengatakan target terdekat PLN dalam rangka transisi nol emisi karbon adalah mencapai bauran energi dari EBT 23 persen pada 2025.
Saat ini kata dia, realisasi bauran EBT di wilayah Sumatera-Kalimantan hingga Juli 2022 sebesar 23,23 persen dengan dominasi pembangkit hidro dan panas bumi.
"Dalam upaya untuk mencapai bauran energi tersebut, PLN mengambil strategi dengan mengupayakan keberhasilan COD pembangkit-pembangkit EBT dengan percepatan izin, eksplorasi dan pembebasan lahan dan program dedieselisasi PLTD tersebar menjadi PLTS," ungkap Yekti.