Ia mengatakan bahwa pihaknya memiliki laboratorium yang dapat melakukan pengecekan terhadap produk yang terindikasi palsu.
"Jadi ini memang perlu untuk meyakinkan, ketika itu pupuk ilegal atau produk palsu yang dikomplain, maka kita sebagai perusahaan yang menjunjung tinggi SNI, kita tentu memiliki laboratorium yang cukup kompeten, itu akan kita lakukan counter check," tegas Andri.
Menurutnya, counter check dengan metode analisa inilah yang paling menentukan dalam meyakinkan apakah pupuk tersebut asli atau palsu.
Andri kembali menegaskan bahwa selama ada produk yang bersubsidi, maka tindakan kecurangan pun akan selalu ada.
"Terkait dengan harga, yang namanya subsidi, apapun itu, pupuk, minyak, batu bara, selama ada subsidi tentu ada disparitas harga yang bisa saja dimanfaatkan oleh oknum-oknum," pungkas Andri.
Deputi Bidang Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN) Hendro Kusumo mengatakan bahwa diperlukan sosialisasi maupun diseminasi bagi kelompok tani terkait pentingnya penggunaan pupuk dengan sertifikasi SNI.
"Apa bedanya menggunakan (pupuk) ber-SNI atau tidak, jadi memang kalau secara sosialisasi, diseminasi itu kita melakukan di sela-sela kegiatan," kata Hendro.
Ia pun mengaku mendapatkan arahan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar BSN bisa melakukan sosialisasi ke daerah terkait Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) serta apa saja manfaat yang diberikan.
"Makanya kami mendapat semacam arahan dari DPR melalui Komisi VI yang membidangi tentang perekonomian, itu untuk BSN banyak melakukan (sosialisasi) ke daerah-daerah terkait dengan apa itu SPK, bagaimana manfaatnya," jelas Hendro.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, terdapat peningkatan pada nilai ekspor pertanian Indonesia pada 2019 dan 2020, dari Rp 390,16 triliun menjadi Rp 451,77 triliun atau naik mencapai 15,79 persen.
Peningkatan terus terjadi pada 2020 hingga 2021, dengan nilai ekspor mencapai Rp 625,04 triliun atau naik 38,68 persen.
Capaian ini tentu saja didukung dengan ketersediaan pupuk yang telah tersertifikasi SNI.
Kepala BSN, Kukuh S Achmad mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya telah menetapkan 29 SNI pupuk.
Baca juga: Indef Dorong Pemerintah Perbesar Ruang Anggaran Pupuk Organik
Penetapan ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendukung peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian nasional.
Menurutnya, diberlakukannya SNI pada pupuk tentu akan memberikan jaminan bagi petani bahwa pupuk yang mereka gunakan memiliki kualitas yang baik dan mampu meningkatkan produksi pangan.
"Dari 29 SNI pupuk yang telah ditetapkan, 9 SNI diberlakukan secara wajib. Penerapan SNI pupuk akan menjamin kualitas dari produk pupuk yang harapannya dapat memenuhi harapan petani atau pengguna," kata Kukuh di Jakarta, Selasa (2/8/2022).
Sembilan SNI pupuk yang diterapkan secara wajib itu meliputi, SNI 2801:2010 Pupuk Urea, SNI 2803:2012 Pupuk NPK Padat, SNI 02-1760-2005 Pupuk Amonium Sulfat, SNI 02-0086-2005 Pupuk Tripel Super Fosfat, SNI 02-2805-2005 Pupuk Kalium Klorida.
Kemudian, SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36, SNI 02-3776-2005 Pupuk Fosfat alam untuk pertanian, SNI 7763:2018 Pupuk Organik Padat, dan SNI 8267:2016 Kitosana Cair sebagai pupuk organik.