News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

BBM Bersubsidi

Revisi Perpres Tak Kunjung Ditandatangani Saat Pendaftar BBM Subsidi Terus Bertambah

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengendara roda dua antre mengisi motornya dengan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU Jalan Wastukencana, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2022). Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi dan non-subsidi jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax mulai berlaku hari ini, Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30 WIB, dengan harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertamina telah melakukan uji coba pembatasan pembelian Pertalite di semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) Pertamina.

Saat ini masyarakat hanya boleh mengisi bahan bakar minyak (BBM) subsidi tersebut sebanyak 120 liter per hari.

Namun, belum ada kejelasan soal aturan kendaraan yang bisa membeli pertalite meski sudah ada jatah sementara.

Diketahui, jumlah pendaftar program BBM subsidi terus meningkat setelah dibuka pada Juli lalu.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyampaikan masyarakat yang mendaftar sudah lebih dari 2 juta orang.

Baca juga: Pertamina Alokasikan Belanja Modal Rp 168 Triliun Hingga 2026 untuk Kembangkan EBT

"Saat ini sudah 2,6 juta pendaftar dan terus berjalan. Dari jumlah itu sekitar 71 persen yang daftar untuk Pertalite," ujar Irto.

Diketahui, sampai saat ini pemerintah belum merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).

Berdasarkan informasi, draft revisi perpres sudah di Kementerian Sekretariat Negara.

Namun, belum diketahui kenapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menandatangani dokumen itu.

Beberapa waktu lalu, DPR juga mengingatkan pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, sebagai landasan hukum jika ingin memperketat distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pengetatan distribusi BBM yakni melalui pengawasan, serta pembatasan pembelian. Hal ini dilakukan lantaran kuota BBM semakin menipis.

“Saat ini tidak ada hal apa pun yang menghalangi pemerintah mengeluarkan regulasi terkait pembatasan penggunaan BBM subsidi,” ujar Eddy Soeparno, Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, pekan lalu, dikutip dari Kompas.com

Menurut Eddy, pembatasan tanpa adanya regulasi tidak akan efektif karena regulasi jadi dasar untuk bisa memberikan tindakan hukum.

Baca juga: Bantuan Langsung Tunai (BLT), Solusi di Tengah Kenaikan Harga BBM

“Pembatasan (penggunaan BBM subsidi) tanpa tindakan hukum dampaknya dinilai sangat minim,” katanya.

Eddy menjelaskan, sebanyak 80 persen pengguna BBM subsidi dinikmati mereka yang tidak berhak.

Untuk menambah pasokan malah jadi pemborosan. Tidak ada cara lain yang bisa dilakukan kecuali melakukan pembatasan seraya memperkuat pengawasan.

“Pembatasan dilakukan melalui payung hukum agar efektif di lapangan," jelas Eddy.

Trubus Rahardiansyah, Pengamat Kebijakan Publik, sepakat bila pemerintah segera menerbitkan aturan terkait pembatasan BBM subsidi agar memudahkan dalam distribusi oleh Pertamina sekaligus pengawasan.

Pemerintah diminta untuk tidak boleh ragu dalam memutuskan perkara BBM subsidi agar tidak dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab.

"Ada keuntungan di situ. Oknum bisa memainkan situasi," jelas Trubus dikutip Kompas.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini