Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah meminta pemerintah untuk melanjutkan uji coba konversi elpiji ke kompor listrik dan membuktikan bahwa dengan cara ini masyarakat bisa berhemat.
“Perlu, lebih banyak uji coba, daerah diperluas, konteksnya di daerah yang masyarakat perkampungan banyak. Jangan di kota, meski di kota juga perlu. Saya ingin melihat apakah menggunakan kompor gas lebih mahal dari listrik, artinya teori cost benefit," kata Trubus, Senin (26/9/2022).
Adapun rencananya pemerintah akan melakukan uji coba konversi elpiji ke listrik di Solo dan Denpasar, Bali.
Baca juga: Pengguna Kompor Listrik Tak Harus Tambah Daya, Begini Penjelasan PLN
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, hasil dari uji coba ini akan menjadi bahan evaluasi dan perbaikan terkait program konversi kompor gas menjadi listrik industri.
Trubus sudah turun ke lapangan dan bicara dengan masyarakat. Dia menyimpulkan, belum ada urgensinya untuk mengkonversi elpiji ke kompor listrik.
"Artinya kebijakan konversi tidak ada urgensinya, persoalannya, itu yang namanya kebijakan apa yang dimaui pemerintah. Pemerintah maunya mengkonversi jadi kompor listrik, sehingga kebijakan ini menjadi tidak tepat peruntukannya, tidak tepat," ujar Trubus.
Pemerintah masih belum melakukan komunikasi publik yang kepada masyarakat atas kebijakan ini. Selain itu infrastruktur pendukung juga belum siap.
"Karena infrastruktur harus disiapkan semua, misal kalau rusak bawa kemana. Harus dimodifikasi sesuai dengan watt masyarakat. Ada kolaborasi dengan para pabrikan, agar lebih sederhana. Apalagi keluhan di masyarakat listrik sering mati,” kata Trubus.
Baca juga: Soal Penggunaan Kompor Listrik, Komisi VII DPR: Masih Tahap Sosialisasi
Sebelumnya Menko Airlangga juga menegaskan, pemerintah belum akan memberlakukan konversi kompor gas elpiji tiga kilogram menjadi kompor listrik induksi pada tahun ini.
Trubus menambahkan, kebijakan ini bahkan tidak akan terwujud pada masa sisa pemerintahan Presiden Jokowi.
"Saya lihat di masa Pak Jokowi enggak mampu. Kalau bicara kebijakan publik, tidak mungkin jangka pendek," pungkasnya.