Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, adanya ancaman ekonomi dunia dinilainya tetap membuka peluang bagi investor untuk tetap berinvestasi, meski harus benar-benar jeli.
"Karena di dalam kesempitan pun pasti ada kesempatan, sehingga peluang tersebut akan selalu terbuka dan terlihat Namun memang tidak mudah, sehingga mencermati dan proyeksi akan menjadi salah satu variable tambahan bagi pelaku pasar dan investor dalam membuat keputusan," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Jumat (30/9/2022).
Menurut dia, apabila selama ini yakin dengan fundamental perekonomian Indonesia pada masa yang akan datang, dan kuat dalam menghadapi ketidakpastian bisa jadi modal untuk tetap berinvestasi.
Baca juga: Ada Ancaman Resesi Global, Jokowi Minta Duit APBN Dieman-eman
"Alih-alih pasar saham mengalami koreksi, tentu beli merupakan sebuah kesempatan," kata Nico.
Kendati demikian, dirinya menyarankan pelaku pasar untuk memastikan juga saham yang dipilih memiliki fundamental baik, dan potensi valuasi pada masa yang akan datang.
"Tidak ada noda, tidak belajar, berani mencoba, berani belajar, dan berani gagal. Semua dimulai dari hal yang kecil untuk menjadi hal yang besar, dan kenal diri sendiri sebelum mulai berinvestasi," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melihat situasi perekonomian global diprediksi akan terjun ke dalam jurang resesi pada 2023.
Tanda-tanda tersebut terlihat dari menurunnya kinerja perekonomian di sejumlah negara maju. Mulai dari China, Amerika Serikat, Jerman, hingga Inggris.
“Hampir semua negara kondisi pertumbuhan kuartal II-2022 itu melemah dibandingkan pertumbuhan kuartal I-2022 dan ini sangat ekstrim. Seperti China, kemudian Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan negara lain mengalami koreksi,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (26/9/2022).
“Ini kemungkinan akan berlanjut di kuartal III-2022 dan sampai akhir tahun. Tren terjadinya pelemahan sudah terlihat dan akan terlihat hingga kuartal IV-2022, sehingga prediksi hingga tahun depan termasuk kemungkinan terjadinya resesi akan muncul,” sambungnya.
Baca juga: Dihantui Resesi Global, Jokowi: Kita Tidak Tahu Badai Besarnya Seperti Apa
Penyebab turunnya kinerja perekonomian global disebabkan oleh sejumlah faktor.
Perkembangan kondisi ekonomi global diwarnai dengan harga komoditas yang masih volatile. Tekanan harga komoditas tersebut memicu peningkatan inflasi global.
Di samping itu, perlambatan aktivitas manufaktur global semakin dalam di bulan Agustus, terutama terjadi di negara-negara besar, seperti Eropa, Tiongkok, dan AS.
Lebih jauh, pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif juga perlu diwaspadai, seperti kenaikan suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 75 basis poin pada FOMC September 2022.
Meski demikian, lanjut Menkeu, kinerja ekonomi Indonesia masih tumbuh kuat.
Kinerja sektor eksternal Indonesia sangat positif, didukung neraca perdagangan yang melanjutkan tren surplus serta ekspor dan impor bulan Agustus 2022 yang merupakan tertinggi sepanjang masa.
Aktivitas manufaktur Indonesia masih terus menguat dengan tekanan inflasi bulan Agustus yang semakin berkurang.
Peningkatan konsumsi listrik juga berlanjut, menunjukkan terus tumbuhnya aktivitas ekonomi masyarakat.
Baca juga: WTO Peringatkan Potensi Resesi Global
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi oleh berbagai lembaga internasional pada level antara 5,1 hingga 5,4 persen untuk tahun ini, ADB bahkan melakukan revisi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari semula 5,2 menjadi 5,4 persen,” papar Sri Mulyani.
“Ini tentu karena kinerja dari pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua yang cukup tinggi, dan saat ini sampai kuartal ketiga juga menunjukkan aktivitas yang masih sangat cukup kuat," pungkasnya.