News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Minyak Merosot Terpapar Penguatan Dolar AS dan Kesengsaraan Covid-19 di China

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Harga Minyak Dunia

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Harga minyak turun pada perdagangan hari ini, Selasa (11/10/2022), karena penguatan dolar AS dan meningkatnya kasus Covid-19 di China yang menambah kekhawatiran akan melambatnya permintaan minyak global.

Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 57 sen atau 0,6 persen menjadi 95,61 dolar AS per barel pada pukul 00:31 GMT, setelah jatuh 1,73 dolar AS di sesi sebelumya.

Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 55 sen atau 0,6 persen, menuju ke level 90,58 dolar AS per barel, setelah kehilangan 1,51 dolar AS di sesi sebelumnya.

Dolar AS naik untuk sesi keempat berturut-turut pada Senin (10/10/2022) kemarin, karena investor bersiap untuk data inflasi AS yang dirilis pekan ini, yang mengarah ke ekspektasi kebijakan moneter agresif lanjutan dari Federal Reserve AS (The Fed).

Baca juga: OPEC Plus Pangkas Lagi Produksi Minyak 2 Juta Barel Per Hari, Harga Minyak Langsung Meroket

Greenback yang kuat mengurangi permintaan minyak, karena membuat harga minyak menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.

Kenaikan suku bunga sampai saat ini mulai memperlambat ekonomi, namun beban penuh dari kebijakan moneter yang lebih ketat tidak akan terasa selama beberapa bulan mendatang, kata Wakil Ketua The Fed Lael Brainard pada Senin kemarin.

"Data pekerjaan yang kuat telah memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga 75 basis poin lagi pada pertemuan Fed bulan depan, meninggalkan risiko penurunan untuk permintaan minyak global," kata analis di ANZ Research.

Kebijakan nol Covid-19 yang berkelanjutan di China menjelang kongres Partai Komunis "tidak membantu" permintaan minyak di pasar bahan bakar, tambah para analis.

Kasus Covid-19 di China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, naik ke level tertinggi sejak Agustus. Aktivitas layanan di China pada bulan September mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam empat bulan, karena pembatasan pandemi Covid-19.

Ribuan kasus yang disebabkan oleh sub-varian Omicron BF.7 yang sangat menular telah dilaporkan di wilayah Mongolia Dalam sejak awal bulan ini, mengubah wilayah itu menjadi pusat COVID terbaru di Negeri Tirai Bambu.

Sementara Organisasi Negara pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia atau dikenal sebagai OPEC+, berusaha membatasi kerugian di pasar minyak dengan menurunkan target produksi mereka sebesar 2 juta barel per hari pada pekan lalu, yang semakin meningkatkan kekhawatiran mengenai ketatnya pasokan minyak.

Baca juga: Produksi Mobil Berbasis BBM Bakal Dihentikan pada 2035, Pengamat: Sangat Mahal Biayanya

"Masalah pasokan tetap ada karena sanksi terhadap Rusia, terutama ketika Uni Eropa melarang impor minyak Rusia menjelang akhir tahun," kata analis di CMC Markets, Tina Teng.

Sanksi Uni Eropa terhadap minyak mentah dan produk minyak Rusia akan berlaku masing-masing pada bulan Desember dan Februari, sementara blok tersebut pada pekan lalu memberikan persetujuan akhir untuk serangkaian sanksi baru terhadap Moskow termasuk pembatasan harga pada ekspor minyak Rusia.

India mempertahankan "dialog yang sehat" dengan Rusia menyusul perubahan kepemilikan yang diumumkan untuk proyek minyak dan gas Sakhalin-1, kata Menteri Perminyakan India Hardeep Singh Puri.

Pada hari Jumat (7/10/2022) lalu, Rusia mengeluarkan dekrit yang mengizinkannya merebut 30 persen saham Exxon Mobil dan memberikan wewenang kepada perusahaan milik negara Rusia untuk memutuskan apakah pemegang saham asing termasuk ONGC Videsh India dapat mempertahankan partisipasi mereka dalam proyek tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini