News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Resesi Ekonomi

Luhut Ajak Tanam Cabai, Sri Mulyani Ungkap Dunia Dalam Bahaya, DPR Minta Jangan Ciptakan Ketakutan

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fenomena naiknya inflasi terjadi di sejumlah negara seperti Sri Lanka, Amerika Serikat, Australia, Turki, Korea, hingga Jepang. Di Amerika Serikat, lonjakan inflasi mulai memicu resesi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di berbagai kesempatan kerap menyampaikan tahun depan akan terjadi resesi ekonomi global.

Setelah bertemu dengan Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Sri Mulyani melaporkan kepada Presiden Jokowi, sudah ada 28 negara yang antre masuk di IMF akibat kondisi resesi.

IMF juga menyatakan sudah 66 negara berada pada posisi yang rentan untuk kolaps.

Ini disebabkan karena sepertiga ekonomi dunia telah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Baca juga: Joe Biden: Tidak Ada Resesi, Amerika Serikat Dalam Posisi Lebih Baik Dibanding Negara Besar Lainnya

Namun demikian, Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menyampaikan, hal tersebut perlu disikapi secara proporsional dan memang perlu waspada, tapi tidak perlu terlalu insecure maupun diliputi ketakutan yang berlebihan.

"Waspada boleh. Tapi tidak perlu diliputi ketakutan," kata Kamrussamad, Kamis (12/10/2022).

Ia menjelaskan, ekonomi Global saat ini memang terjadi gejolak dan telah memangkas pertumbuhan ekonomi dunia dari 2,9 persen menjadi 2,7%.

"Namun, jangan sampai laporan dari Menkeu Sri Mulyani, membuat market menjadi takut. Artikulasi kepada publik di tengah situasi saat ini, harus optimis," paparnya.

Menurutnya, ekonomi Indonesia cukup memiliki resliensi yang baik, mulai dari era orba sampai dengan reformasi.

"Saat ini, optimisme tersebut dapat terlihat dari pemulihan ekonomi di kuartal II 2022 yang relatif merata setelah kebijakan pelonggaran mobilitas dan turunnya kasus Covid-19," tuturnya.

Kemudian, pertumbuhan ekonomi juga positif, di mana Indonesia mampu tumbuh di 5,44 persen secara year on year (yoy).

Ia menyebut, capaian ini jauh lebih baik dari perkiraan pasar yang saat itu hanya mematok pertumbuhan 5,2% (yoy).

"Dari aspek inflasi, meskipun inflasi di September berada di level 1,17% secara month on month (mom) atau sebesar 5,95% secara yoy. Ini karena kenaikan harga energi. Tapi, inflasi secara year to date (ytd) relatif rendah dibandingkan negara-negara lain, yaitu 4,84%," paparnya.

Luhut Ajak Tanam Cabai

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengajak masyarakat untuk menanam cabai dan sayur-mayur, maupun tanaman pangan lainnya di pekarangan rumah.

Hal ini sebagai upaya menghadapi peningkatan risiko resesi global.

Baca juga: Tetap Berkibar di Saat Resesi, Ini 5 Negara ASEAN Ini Diramal Tumbuh Selama 2023

"Kami anjurkan untuk orang-orang menanam cabai sendiri, sayur sendiri di rumah," ujar Luhut yang dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina berdampak terhadap ketahanan pangan dan energi di seluruh dunia.

Sebab kedua negara itu merupakan pemasok komoditas energi dan pangan terbesar di dunia.

Oleh karena itu, Luhut berharap semua masyarakat Indonesia bisa menghadapi kondisi ketidakpastian global secara bersama-sama, termasuk dalam memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.

Menanam sendiri beberapa kebutuhan pangan dinilai perlu dilakukan sebagai antisipasi agar Indonesia memiliki ketahanan pangan yang kuat, yang dimulai dari kelompok terkecil yakni keluarga.

"Istilah tentara itu perang rakyat semesta. Kita menghadapi ini, semua harus satu padu, supaya kita jangan sampai kekurangan pangan," katanya.

Meski demikian, Luhut meyakini, kondisi perekonomian Indonesia cukup baik.

Menurutnya, perekonomian RI termasuk kuat dibandingkan negara lainnya, sebab terus menunjukkan pemulihan usai tertekan akibat pandemi, meski di tengah ketidakpastian global saat ini.

Kinerja ekonomi yang positif itu setidaknya tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5 persen.

Pada kuartal I-2022 pertumbuhan ekonomi tercatat mencapai 5,01 persen (year on year/yoy), berlanjut di kuartal II-2022 dengan tumbuh 5,44 persen (yoy).

Pemerintah bahkan meyakini pada kuartal III-2022 pertumbuhan ekonomi akan tetap positif di kisaran 5,2 persen, meski memang lebih rendah dari kuartal sebelumnya.

Baca juga: Jadi Ancaman Krisis Pangan, Para Menteri Pertanian G20 di Washington Bahas Harga Pupuk

Oleh karena itu, Luhut menilai, dirinya tak melihat Indonesia memiliki potensi resesi, meski demikian kondisi ketidakpastian global tetap perlu diantisipasi.

"Saya kira sampai sekarang kita tidak melihat tanda-tanda ke sana (resesi), tapi kita pun tidak boleh jumawa terhadap itu," pungkasnya.

Dunia Dalam Bahaya

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengingatkan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20, terkait ancaman ketidakpastian global dan risiko keterpurukan ekonomi di seluruh dunia.

Hal ini diungkapkan Sri Mulyani dalam Forum 4th Finance Ministers and Central Bank Governor Meeting (FMCBGM) di Washington D.C di Amerika Serikat pada Rabu (12/10/2022) waktu setempat.

Baca juga: IMF Prediksi Dua Negara G7 Ini Masuk Jurang Resesi di 2023

"Seiring situasi ekonomi global yang semakin menantang, dan saya rasa tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dunia dalam keadaan bahaya," ucap Sri Mulyani.

"Kita sekarang menghadapi risiko yang semakin meningkat, inflasi yang tinggi, pertumbuhan yang lemah, kerawanan energi dan pangan, risiko iklim, dan fragmentasi geopolitik," sambungnya.

Diketahui, prospek ekonomi dunia yang suram dan risiko yang meningkat telah dikonfirmasi oleh World Economic Outlook dari IMF dengan sepertiga dari ekonomi global diproyeksikan untuk terkontraksi baik tahun ini atau tahun depan.

Oleh karenanya, Sri Mulyani dalam Presidensi G20 Indonesia untuk memprioritaskan tiap perwakilan negara dan kelompok dapat menyuarakan pandangannya masing-masing sehingga semangat pulih bersama, pulih lebih kuat pun menjadi semakin relevan.

Baca juga: Dua Negara Maju Ini Diprediksi Jatuh ke Lubang Resesi pada 2023

Kepemimpinan yang kuat dan tindakan kolektif yang cepat diperlukan untuk mempertahankan tujuan pembangunan global, melindungi mata pencaharian masyarakat yang terancam dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi global yang lebih kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

"Saya benar-benar percaya bahwa G20 adalah mercusuar harapan yang dapat membantu dunia menavigasi gelombang krisis yang menghancurkan," ucap Sri Mulyani.

"Keyakinan ini didasarkan pada sejarah keberhasilan G20 dalam menanggapi Krisis Keuangan global dan baru-baru ini memberikan tindakan selama pandemi Covid-19," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini