Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adanya tren peningkatan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia (BI), diproyeksikan bakal memengaruhi kinerja Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Tanah Air.
Sebagai informasi, BI menetapkan kebijakan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 4,75 persen.
Awalnya, Bank Sentral sempat menahan suku bunga di angka 3,50 persen.
Baca juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Bank Mandiri Optimis Kinerja KPR Tetap Tumbuh 8 Persen pada Tahun Ini
Lantaran ada kenaikkan inflasi nasional yang cukup tinggi, BI akhirnya memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan dalam kurun waktu 3 bulan berturut-turut.
Pengamat Properti dan CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda menyebutkan, kebijakan yang diambil BI sebenarnya merupakan langkah tepat.
"Kenaikan suku bunga memang kebijakan yang harus diambil. Itu siklus ekonomi alamiah, tidak bisa bunga terus rendah," ucap Ali kepada Tribunnews.com, Kamis (27/10/2022).
"Jadi sebenarnya persepsi naik karena bunga sudah rendah sepanjang 2020-2021. Kenaikan masih wajar," sambungnya.
Namun, lanjut Ali, adanya kebijakan tersebut memiliki dampak terhadap penurunan kinerja KPR.
Baca juga: Pengembang Optimistis Bunga KPR Tak Langsung Naik Meski Suku Bunga Acuan BI di Level 4,25 Persen
Pasalnya, para perbankan akan mentransmisikan adanya kenaikkan suku bunga acuan BI dengan menaikkan suku bunga kredit.
"Hal ini pasti diikuti dengan kenaikan bunga KPR 1-2 persen. Setiap kenaikan bunga KPR 1-2 persen akan menurunkan pangsa pasar KPR 4-5 persen," ucap Ali.
Penurunan kinerja KPR ini terjadi karena bunga KPR yang naik menyebabkan cicilan yang harus dibayar para debitur menjadi membengkak.
Bagi para pejuang KPR, khususnya segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tentunya akan semakin berat.
"Untuk masyarakat MBR tentunya akan memberatkan cicilan yang akan naik Rp150-Rp300 ribu per bulan," pungkasnya.