TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei elite bertajuk “Koperasi, RUU P2SK dan Implikasinya” dilakukan oleh Trias Politika Strategis (TPS) menemukan bahwa masyarakat koperasi dan pengamat perkoperasian menolak pengawasan koperasi di Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebanyak mayoritas 93 persen masyarakat koperasi menolak atau tidak setuju jika koperasi diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Perinciannya sebanyak 71% menyatakan sangat tidak setuju, dan 22% menyatakan tidak setuju.
Dalam paparannya, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan bahwa survei elit ini penting dilakukan dengan responden masyarakat praktisi atau pelaku koperasi dan para pengamat perkoperasian karena responden ini memiliki pengetahuan yang memadai untuk menilai soal isu perkoperasian yang sedang perkembang.
Baca juga: Petugas Koperasi Rahasiakan saat Keluarga Kalideres Tewas, Bisa Dijerat Pidana?
Diantaranya adalah tentang perkembangan regulasi koperasi dalam RUU P2SK (Rancangan Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan).
“Survei ini dilakukan dengan responden praktisi koperasi dan pengamat perkoperasian karena responden memiliki pengetahuan dan kapasitas memadai untuk merespon isu-isu koperasi juga menimbang unsur partisipatoris untuk menanggapi kebijakan tentang perkoperasian di Indonesia,” jelas Agung pada acara rilis hasil survei tersebut pada Rabu (30/11/2022).
Temuan menarik lain dalam survei opini elit ini ditemukan bahwa masyarakat koperasi dan pengamat perkoperasian menilai koperasi lebih cocok diawasi oleh KemenkopUKM sebesar 86%, sedang yang menilai koperasi cocok diawasi OJK hanya 5% saja.
Dalam acara rilis hasil riset ini, anggota DPR RI Achmad Baidowi mengatakan bahwa masalah pengawasan koperasi dalam RUU OJK masih terbuka masukan dari masyarakat luas terutama masyarakat koperasi.
“Soal pengawasan koperasi di RUU P2SK ini, terutama pembahasan soal pasal 44A karena menyangkut pengawasan koperasi oleh OJK dan masih menjadi kontroversi maka pembahasan pasal itu dipending” jelasnya.
Baca juga: Dibuka Menteri Koperasi dan UKM, IDC 2022 Harap Industri Media Sehat
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa OJK memang tidak cocok mengawasi koperasi.
Ekosistem OJK yang bertugas mengawasi Lembaga keuangan komersial skala besar seperti perbankan tidak cocok mengawasi koperasi yang merupakan usaha ekonomi kerakyatan.
“Hasil riset ini seperti juga sikap saya, bahwa tidak cocok OJK mengawasi koperasi. Kayak kerja OJK ini sudah bener saja.
Mengawasi asuransi, kripto currency, tarif karbon saja udah kewalahan ini kok mau ditambah mengawasi ratusan ribu koperasi ya tidak tepat sama sekali.
Baca juga: Perayaan Hari Koperasi ke-76 Akan Undang Bakal Capres untuk Paparkan Gagasan tentang Perkoperasian
Koperasi ya lebih tepat diawasi oleh KemenkopUMKM tinggal pengaturan soal kelembagaan, peningkatan SDM, dan penambahan anggaran” tegasnya menanggapi hasil survei ini.
Trias Politika Strategis (TPS) melaksanakan survei opini elit ini dengan metode purposive sampling dengan sampel praktisi koperasi dan pengamat perkoperasian sebanyak 155 orang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Alasan pengambilan kategori sampel masyarakat koperasi karena kelompok ini dianggap paling mewakili isu dan memiliki pengetahuan tentang perkoperasian di Indonesi.
Survei dilakukan dengan wawancara terstruktur dengan bantuan kuisioner dan dilaksanakan pada 22 – 28 November 2022.