News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Saham GoTo

Penjualan Saham IPO GOTO Usai Periode Lock Up Berakhir Disebut Terburuk Tahun Ini

Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas kebersihan bekerja dengan latar layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Selatan. Saham perusahaan rintisan GOTO jatuh untuk sesi ke-10 berturut-turut, merugi sejak listing menjadi 61 persen.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penjualan saham penawaran umum perdana (IPO) PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) usai periode lock up berakhir, menjadikannya yang berkinerja terburuk di antara 11 perusahaan teknologi dan internet yang mengumpulkan lebih dari 500 juta dolar AS dalam IPO.

Dilansir dari Bloomberg, saham perusahaan rintisan ini jatuh untuk sesi ke-10 berturut-turut, merugi sejak listing menjadi 61 persen.

Penurunan baru-baru ini dipicu oleh kekhawatiran bahwa para investor seperti Alibaba Group Holding Ltd. dan SoftBank Group Corp. akan menjual saham ketika periode lock-up berakhir.

Baca juga: Anjlok Hingga Level Terendah, Saham GOTO Masih Menarik Dibeli?

Sementara itu, beberapa perusahaan teknologi yang terdaftar selama 18 bulan terakhir, seperti Zomato Ltd di India dan SenseTime Group Inc di Hong Kong, mengalami penurunan saham setelah investor awal diizinkan untuk menjual saham setelah IPO mereka.

Listing teknologi besar lainnya baru-baru ini dari Asia Tenggara juga jatuh di tengah penurunan saham peer secara global.

Adapun, saham pesaing Grab Holdings Ltd telah kehilangan 65 persen sejak listing di New York menyusul merger dengan perusahaan akuisisi tujuan khusus satu tahun lalu.

Kemudian, marketplace seperti PT Bukalapak.com juga mengalami penurunan saham sebesar 67 persen sejak debutnya di Jakarta pada Agustus 2021.

Seperti diketahui, perusahaan teknologi terbesar di Indonesia ini telah kehilangan kapitalisasi pasar sekitar 22 miliar dolar AS dari puncaknya yang dicapai pada Juni lalu.

IPO yang telah dilakukan perusahaan berhasil mengumpulkan 1,1 miliar dolar AS dan sahamnya pun melonjak 13 persen pada hari pertama perdagangan mereka pada April, mengikuti salah satu IPO terbesar di dunia pada tahun itu.

Jalan Panjang GoTo Menuju IPO

GoTo telah melakukan IPO pada April lalu dengan melepas 40.615.056.000 lembar saham.

Dengan mematok harga Rp 338 per lembar, maka perseroan berpotensi meraup dana mencapai Rp 13,73 triliun dalam aksi korporasi tersebut.

Hal ini menjadikannya IPO terbesar ketiga di Asia serta kelima di dunia sepanjang tahun 2022 ini.

Pada akhir Juli tahun lalu, perseroan melaporkan saldo kas sebesar Rp 20,49 triliun dan fasilitas pinjaman bank yang belum digunakan sebesar 357 juta dolar AS atau setara dengan Rp 5,17 triliun.

Selain itu, GoTo telah mendapatkan dana tambahan dari penerbitan saham baru setelah 31 Juli 2021 sebesar Rp 40,71 triliun melalui seri pendanaan terakhirnya.

Baca juga: Saham GOTO dan ARTO Sentuh ARB, Investor Harus Jual atau Tahan?

Jika digabung dengan hasil dari pendanaan IPO, maka likuiditas perusahaan akan mencapai Rp 80,10 triliun.

GoTo PHK Karyawan Besar-besaran

Pada 18 November, secara mengejutkan GoTo mengumumkan bahwa pihaknya akan merumahkan 1.300 karyawannya atau sekitar 12 persen dari tenaga kerjanya.

Pemangkasan karyawan oleh GoTo itu dilakukan ketika perusahaan berupaya mengurangi biaya dan meredakan kekhawatiran investor atas kerugian yang meningkat.

Baca juga: Saham GOTO Kembali Pimpin Jajaran Top Losers, IHSG Dibuka Melemah ke Level 6.982

"Tantangan makro ekonomi global berdampak signifikan bagi para pelaku usaha di seluruh dunia. GoTo, seperti layaknya perusahaan besar lainnya, perlu beradaptasi untuk memastikan kesiapan Perusahaan menghadapi tantangan ke depan," kata perusahaan teknologi ini dalam sebuah pernyataan.

Adapun, GoTo pada Agustus lalu melaporkan kerugian penyesuaian kuartal kedua sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi melebar menjadi Rp 4,14 triliun dari kerugian proforma sebesar Rp 3,9 triliun setahun sebelumnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini