Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi perekonomian global masih terus menghadapi banyak tantangan pada tahun tahun depan.
Di tengah ancaman resesi global, Bank Commonwealth memberi rekomendasi strategi investasi yang bisa memberikan imbal hasil maksimal tetapi tetap aman.
Head of Research & Advisory Bank Commonwealth Thadly Chandra menjelaskan, kondisi ekonomi dunia pada 2023 dipengaruhi oleh inflasi yang tinggi dampak kenaikan harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral, hingga konflik geopolitik Rusia-Ukraina yang masih terus berlanjut.
Baca juga: Miliki Risiko Rendah, Reksa Dana Pasar Uang dan Obligasi Banyak Diminati Masyarakat
Namun, ekonomi Indonesia diperkirakan masih dapat tumbuh pada 2023, di mana Bank Indonesia memperkirakan pada kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan outlook perekonomian global tahun 2023 yang diperkirakan berada pada kisaran 2,2 persen sampai 2,7%.
“Di tengah ancaman resesi global, investasi di kelas aset pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah atau reksa dana pendapatan tetap lebih aman karena memiliki tingkat risiko yang lebih rendah namun tetap berpotensi memberikan imbal hasil,” ujar Thadly dalam keterangannya, Kamis (15/12/2022).
“Akan tetapi, koreksi pada kelas aset ekuitas juga bisa dijadikan peluang bagi investor untuk mengakumulasi secara bertahap dengan metode dollar cost averaging, dengan pilihan investasi seperti reksa dana saham," sambungnya.
Ia menyebut, pasar saham tetap menarik sebagai salah satu pilihan investasi, karena potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung harga komoditas yang tinggi, pembukaan kembali aktivitas ekonomi, dan peningkatan konsumsi masyarakat khususnya di sektor pariwisata.
Berdasarkan tren historis, pada saat inflasi meningkat dan terjadi risiko resesi, saham-saham blue chip dengan fundamental kuat seperti sektor konsumer dan perbankan memiliki kinerja yang tetap baik.
Sektor konsumer cenderung lebih resilience terhadap ancaman resesi karena masyarakat tetap memenuhi kebutuhan dasar.
Baca juga: Transaksi Reksa Dana MotionTrade Naik 9 Kali Lipat di 2022
Investor dengan profil risiko tinggi (agresif) yang berfokus pada pertumbuhan dapat mengoptimalkan porsi reksa dana saham hingga 80% dari portofolio investasi.
Sedangkan investor dengan profil risiko sedang (moderat) dapat mengalokasikan 50% investasi di reksa dana pendapatan tetap, 30% reksa dana saham, dan 20% pasar uang.
Sementara itu investor dengan profil risiko rendah (konservatif) dapat mengalokasikan 60% investasi di reksa dana pendapatan tetap, 30% pasar uang, dan 10% reksa dana saham.
Baca juga: Investasi Reksa Dana Berbasis ESG Semakin Diminati
“Investor tetap harus berhati-hati dalam menyusun portofolio investasi, sebaiknya menyesuaikan dengan profil risiko dan tujuan keuangan. Investor juga dapat memanfaatkan aplikasi untuk memonitor portofolio investasi kapan pun dan di mana pun,” ujar Thadly.
Di sisi lain, per November 2022, CommBank SmartWealth yang merupakan aplikasi wealth management dari Bank Commonwealth mengalami pertumbuhan pengguna hingga 62% dibandingkan dengan akhir 2021.
Sedangkan dari segi volume transaksi produk investasi melesat lebih dari dua kali lipat pada periode yang sama.
Pilihan produk investasi di CommBank SmartWealth antara lain reksa dana, obligasi negara (pasar sekunder), dan e-SBN (pasar perdana).
"Saat ini pengguna CommBank SmartWealth didominasi oleh generasi milenial dan gen Z," ucapny.