News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Analis Perkirakan Ekonomi China akan Bangkit Lebih Cepat, Ini Sejumlah Faktor yang Mendasari

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Indeks Shanghai Composite. Model pertumbuhan ekonomi China bergerak dari yang bergantung pada sektor properti dan infrastruktur ke model yang disebut ekonomi digital dan hijau

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
 
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Perekonomian China pada 2023 kemungkinan tidak akan sama seperti perekonomian negara itu pada 2019.

Baca juga: Bank Dunia Pangkas Prospek Pertumbuhan Ekonomi China Menjadi 2,7 Persen Pada Tahun Ini

Pada bulan lalu, Beijing melonggarkan kebijakan nol-Covid yang membebani pertumbuhan ekonomi negara itu selama 18 bulan terakhir.

Analis memperkirakan ekonomi China akan bangkit kembali lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

Faktor-faktor yang mendasari pertumbuhan itu hampir pasti akan terlihat berbeda dari tiga tahun lalu, menurut para ekonom.

Model pertumbuhan ekonomi China bergerak dari yang bergantung pada sektor properti dan infrastruktur ke model yang disebut ekonomi digital dan hijau yang memainkan peran lebih besar, menurut analis di bank investasi terkemuka China International Capital Corporation Limited (CICC) dalam prospek 2023 yang dirilis pada bulan lalu.

Baca juga: Redam Lonjakan Covid-19 yang Menggila, China Impor Vaksin dari Jerman

Kategori ekonomi digital mencakup peralatan komunikasi, transmisi informasi, dan perangkat lunak. Sementara ekonomi hijau mengacu pada industri yang perlu berinvestasi untuk mengurangi emisi karbon mereka, antara lain tenaga listrik, baja, dan bahan kimia.

Selama lima tahun ke depan, investasi kumulatif ke dalam ekonomi digital diperkirakan akan tumbuh lebih dari tujuh kali lipat mencapai 77,9 triliun yuan atau senilai 11,13 triliun dolar AS, menurut perkiraan CICC.

Angka itu melampaui investasi kumulatif yang diantisipasi ke sektor properti, infrastruktur tradisional, dan ekonomi hijau, menjadikan industri digital sebagai yang terbesar dari empat kategori tersebut, kata laporan itu.

Pada 2021 dan 2022, real estate adalah kategori investasi terbesar, kata laporan itu. Namun analis CICC mengatakan pada tahun ini, investasi ke real estat turun sekitar 22 persen dari tahun lalu, sedangkan ke sektor digital dan hijau tumbuh masing-masing sekitar 24 persen dan 14 persen.

Beijing menindak ketergantungan pengembang properti yang tinggi pada utang di tahun 2020, berkontribusi terhadap gagal bayar utang (default) perusahaan pengembang properti serta penurunan penjualan perumahan dan investasi ke sektor tersebut. Pihak berwenang China tahun ini telah melonggarkan banyak pembatasan pembiayaan tersebut.

Baca juga: WHO: Lonjakan Kasus Covid-19 di China Bisa Picu Pandemi Global Lagi

Ekspor Menurun

Sementara sebagian besar negara-negara di dunia berjuang untuk menahan penyebaran Covid-19 pada 2020 hingga 2021, pengendalian virus corona di China yang cepat membantu pabrik-pabrik lokal memenuhi permintaan global yang melonjak untuk produk kesehatan dan elektronik.

Sekarang, permintaan telah menurun. Ekspor China mulai turun dari tahun ke tahun di bulan Oktober, untuk pertama kalinya sejak Mei 2020, menurut data dari perusahaan pasar modal Wind Information.

Tahun depan, pengurangan ekspor bersih diperkirakan akan memangkas pertumbuhan sebesar 0,5 poin persentase, kata Kepala Ekonom China di Goldman Sachs Hui Shan dan timnya dalam catatan yang diterbitkan pada 16 Desember.

Ekspor bersih telah mendukung pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China selama beberapa tahun terakhir, berkontribusi sebanyak 1,7 poin persentase pada 2021, kata para analis.

Namun, ekspor China ke negara-negara di Asia Tenggara telah meningkat, melampaui ekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa pada November, menurut data dari bea cukai China.

“Ekspor ke negara-negara ASEAN dapat berfungsi sebagai penyangga ringan terhadap tekanan di pasar UE dan AS,” kata ekonom di perusahaan perbankan Citi China Xiaowen Jin dan timnya, dalam sebuah catatan yang terbit pada Rabu (21/12/2022).

Baca juga: Bisnis China Jeblok, Bank Dunia Pangkas Proyeksi Ekonomi Beijing Jadi 2,7 Persen

Para ekonom memperkirakan pertumbuhan PDB negara-negara Asia Tenggara pulih pada 2023, sementara AS dan UE menghabiskan sebagian tahun depan dalam resesi.

Jin menambahkan ekspor mobil China, terutama mobil listrik dan suku cadang terkait, membantu mendukung keseluruhan ekspor negara itu tahun ini.

Beijing telah berusaha keras untuk meningkatkan pengembangan industri mobil listrik China. Banyak merek mobil listrik mulai dari NIO hingga Build Your Dreams (BYD) mulai menjual mobil ke Eropa dan negara lain.

Kembalinya Konsumen Domestik

“Perlambatan ekspor yang cepat juga berarti China perlu memanfaatkan pasar domestik untuk pertumbuhan di masa mendatang,” kata kepala ekonom di bank Guotai Junan Securities, Hao Zhou, dalam catatan yang terbit pada 15 Desember.

“Dengan pelonggaran pembatasan Covid, konsumsi kemungkinan akan melihat pemulihan yang berarti dan berkelanjutan mulai tahun depan,” tambahnya.

Dia memperkirakan penjualan ritel naik 6,8 persen pada tahun depan, dan PDB China tumbuh 4,8 persen.

Pengumuman kebijakan pemerintah China bulan ini memprioritaskan peningkatan konsumsi domestik. Penjualan ritel telah tertinggal dari pertumbuhan keseluruhan sejak pandemi, sementara sebagian besar orang memilih untuk menabung.

Baca juga: China Pertahankan Suku Bunga Pinjaman Acuan Selama Empat Bulan Berturut-Turut

Analis Goldman Sachs menaikkan perkiraan PDB China pada 2023 dari 4,5 persen menjadi 5,2 persen karena ekonomi dibuka kembali lebih cepat dari yang diperkirakan, dengan konsumsi masyarakat sebagai pendorong utama.

Namun, mereka memperingatkan bahwa pendapatan dan kepercayaan konsumen akan membutuhkan waktu untuk pulih, yang berarti rilis “permintaan terpendam” tahun depan mungkin terbatas di luar beberapa kategori seperti perjalanan internasional.

Pengeluaran Konsumen

Pada kuartal ketiga tahun ini, perusahaan e-commerce Pinduoduo mengungkapkan pendapatan dari penjualan merchandise anjlok 31 persen dari tahun lalu menjadi 56,4 juta yuan.

Sedangkan raksasa e-commerce Alibaba mengungkapkan pendapatan perdagangan China, yang meliputi penjualan pakaian jadi, turun 1 persen secara year-on-year (YoY) menjadi 135,43 miliar yuan.

Baca juga: Impor Aluminium China Menyusut di Tengah Lonjakan Pasokan Domestik

Penjualan barang-barang mahal yang disukai oleh kelas menengah, termasuk elektronik dan peralatan rumah tangga, naik di JD.com, yang mengatakan pendapatan dari produk semacam itu meningkat sekitar 6 persen menjadi 197,03 miliar yuan dalam periode Juli hingga September.

Dalam jangka panjang, firma konsultan manajemen McKinsey memperkirakan jutaan konsumen rumah tangga perkotaan di China menjadi lebih makmur, sementara jumlah dalam kategori berpenghasilan rendah menurun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini