Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkuat stabilisasi nilai tukar eupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation.
Penguatan ini yakni melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Kemudian, Bi melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan BI 7 Days Reverse Repo Rate, dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah.
Baca juga: Wakil Menteri Keuangan: Pajak Karbon Bukan untuk Mencari Penerimaan Negara
"Selain itu, menerbitkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru untuk mendorong penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE), khususnya dari ekspor Sumber Daya Alam (SDA), di dalam negeri oleh bank dan eksportir untuk memperkuat stabilisasi, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah dan pemulihan ekonomi nasional," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (22/12/2022).
Adapun instrumen OM Valas tersebut dilakukan dengan imbal hasil yang kompetitif berdasarkan mekanisme pasar yang transparan disertai dengan pemberian insentif kepada bank.
Lebih lanjut, BI juga terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif, inklusif, dan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan.
"Khususnya kepada sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit/pembiayaan hijau, dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian melalui penyempurnaan ketentuan insentif GWM, berlaku sejak 1 April 2023," pungkas Perry.