TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tahun 2022 bisa dibilang menjadi tahunnya perbankan, selain penghasilan meningkat signifikan, sektor ini juga menuai banyak keuntungan di pasar modal.
Meski pergerakan saham cenderung menurun di akhir tahun, akan tetapi sepanjang tahun ini menjadi tahun cuan bagi perbankan.
Meski tren suku bunga meningkat, namun sejumlah bank tetap mencatat kenaikan pada harga sahamnya.
Baca juga: Pengembang Properti dan Perbankan Tak Khawatir Hadapi Isu Resesi di 2023
Sejumlah bank masih tercatat naik positif walaupun tren suku bunga meningkat.
Kenaikan suku bunga biasanya turut mendorong dana dari pasar modal bergeser ke instrumen berbasis bunga.
Jawara saham perbankan tahun ini tidak datang dari bank berkapitalisasi pasar terbesar.
Performa tertinggi justru ditorehkan saham PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) atau Bank Panin dengan kenaikan hingga 106,5 persen sepanjang tahun ini.
Lalu disusul PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan kenaikan 43%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) meningkat 38,15%, dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) naik 22,8%.
Saham-saham ini mengalahkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang hanya meningkat masing-masing 17,47% dan 19,9%.
Tingginya kenaikan saham Bank Panin tak lepas dari rumor penjualan saham dari pemegang saham pengendalinya ke investor baru.
Baca juga: Pasar Wall Street Berkontraksi, Perbankan Goldman Sachs Bakal Pecat 4.000 Staf di 2023
Reli harga sahamnya sudah terjadi sejak pertengahan April sejak muncul kabar akuisisi hingga muncul nama Sumitomo Mitsui Financial Group dan MUFG yang disebut-sebut sebagai calon investor.
Sementara saham-saham bank besar bergerak dalam tren naik sejak Juli seiring dengan kredit yang semakin menunjukkan peningkatan ekspansi dan kinerja keuangan yang tumbuh kian tinggi.
Bahkan saat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) naik sejak Agustus, saham bank berkapitalisasi besar juga ikut naik.
"Ini memang fenomena aneh. Saat suku bunga naik, saham perbankan yang biasanya berlawanan dengan suku bunga, justru naik.
Baca juga: Pasar Wall Street Berkontraksi, Perbankan Goldman Sachs Bakal Pecat 4.000 Staf di 2023
BCA dan BRI kita lihat pelan-pelan naik. Ini menunjukkan semua orang sudah lebih jernih dalam menilai pasar, semua akan kembali melihat fundamental," kata Analis Mirae Sekuritas Tasrul Tanar dalam paparan virtual, Senin (26/12).
Saham perbankan menjadi salah satu sektor pilihan Tasrul tahun depan. Apalagi The Fed diperkirakan masih akan menaikkan bunga dan berpotensi diikuti BI.
Kenaikan suku bunga akan mendorong net interest margin (NIM) perbankan.
Kenaikan saham perbankan terjadi terutama sejak pertengahan tahun. Dia menekankan, proyeksi itu hanya berlaku untuk bank tradisional, sedangkan bank digital menurutnya masih perlu dihindari.
Sementara tren pergerakan saham bank-bank besar yang cenderung turun menjelang akhir tahun disebabkan oleh aksi ambil untung.
Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro mengatakan, performa saham BBCA dan BBRI lebih rendah dari dua bank besar lain karena secara teknikal memang sedang menunjukkan arah jenuh beli dan kenaikannya sudah sangat tinggi.
"Secara fundamental, saham ini masih sangat solid," ujar dia kepada Kontan.co.id, Senin (26/12).
Menurut Nico, performa saham empat bank besar sepanjang tahun ini sejalan dengan pertumbuhan kinerjanya yang cukup tinggi.
Senada, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai, saham BBNI dan BMRI naik tinggi karena terdorong pertumbuhan laba bersih.
Menurut Budi, khusus BBNI bisa naik lebih tinggi dari bank BBRI dan BBCA karena memiliki price to book value (PBV) paling rendah.
Dia memandang koreksi saham bank besar menjelang akhir tahun terjadi lantaran harganya sudah tergolong yang tercermin dari PBV dan PER.
Baca juga: Pasar Wall Street Berkontraksi, Perbankan Goldman Sachs Bakal Pecat 4.000 Staf di 2023
Budi melihat saham empat bank besar akan melanjutkan performa baik tahun depan jika mereka mampu menjaga laba per saham tetap tinggi dan NPL rendah saat restrukturisasi Covid-19 berakhir.
Namun, performanya ia perkirakan tidak akan setinggi tahun ini.
Adapun peluang kenaikan tertinggi menurutnya akan ditorehkan BBNI, lalu disusul BBRI, BMRI dan BBCA.
Selain keempat saham itu, saham bank yang terkoreksi tajam tahun ini, di luar bank digital, juga dia perkirakan kemungkinan rally tahun depan.
Sedangkan bagi Nicodimus yang menarik untuk terus dicermati adalah saham yang valuasinya lebih murah atau memiliki PBV lebih rendah dari rata-rata PBV industri yang tercatat 3,24x saat ini.
Dengan melihat saham perbankan justru naik saat rezim suku bunga tinggi, ia memperkirakan prospek saham bank berkapitalisasi besar dan berfundamental solid akan sangat bagus tahun 2023
"Kenaikan suku bunga tinggi akan membuka peluang bagi bank-bank besar untuk mendapat manfaat kenaikan NIM.
Kemudian dari sisi pertumbuhan kredit seharusnya tetap meningkat setelah sempat melandai akibat pandemi Covid-19," ujar Nicodimus.
Nico tetap merekomendasikan saham empat bank besar, sedangkan saham bank digital meskipun sudah terkoreksi tajam tahun ini tidak dia rekomendasikan.
Kenaikan suku bunga tinggi akan membuat cost of fund bank digital naik seiring peningkatan suku bunga deposito dan pinjaman.
Padahal tawaran bunga tinggi adalah cara mereka bisa bersaing dari bank besar.
Secara teknikal, Founder & CEO Emtrade Ellen May melihat BBCA berpotensi turun di kisaran Rp 8.475 per saham-Rp 8.375 per saham.
Jika turun di bawah level itu bakal kurang oke buat trading tetapi bagi investor merupakan kesempatan buat beli terutama jika sampai Rp 8.000.
Sementara pola saham BBRI cukup menarik karena membentuk higher low dan kemudian menguji resistance Rp 5.000.
"Kalau breakout Rp 5.000 akan bagus bangat. Tetapi saya berharap jangan dulu dan lebih baik konsolidasi dulu karena chart-nya secara bulanan naiknya sudah ketinggian.
Kalau level ini tembus bulan ini, Januari bisa koreksi dalam," imbuh Ellen.
Saham BBNI menurutnya sedang menguji level tertingginya sepanjang masa di Rp 10.250 per saham.
Level ini masih sulit ditembus dan akan konsolidasi dulu.
"Kalau empat saham ini naik terlalu cepat, dia akan lama konsolidasi sekitar dua bulan. Jadi baiknya Desember dan Januari akan sideways dulu," kata Ellen. (Dina Mirayanti Hutauruk/Wahyu T.Rahmawati)