News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Pendapatan Ekspor Rusia Tertekan Imbas Diberlakukannya Sanksi Pembatasan Harga Minyak oleh Negara G7

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi kilang minyak Moskow. Batas harga minyak yang diberlakukan negara-negara Group of Seven (G7), Uni Eropa dan Australia, dapat menekan pendapatan ekspor Rusia dan berpotensi mendorong defisit anggaran Moskow lebih tinggi dari yang diperkirakan sebesar 2 persen di 2023.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
 
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Putaran terakhir sanksi Barat terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina mulai menggigit ekonomi Moskow.

Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan pada Selasa (27/12/2022) bahwa batas harga minyak yang diberlakukan negara-negara Group of Seven (G7), Uni Eropa dan Australia, dapat menekan pendapatan ekspor Rusia dan berpotensi mendorong defisit anggaran Moskow lebih tinggi dari yang diperkirakan sebesar 2 persen di 2023.

Pembatasan harga ekspor minyak mentah dan olahan Rusia dapat memaksa Kremlin untuk memangkas produksi minyak antara 5 persen hingga 7 persen pada tahun depan, kata kantor berita Rusia RIA mengutip pernyataan Wakil Perdana Menteri Alexander Novak pada Jumat (23/12/2022).

Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-294: AS Puas dengan Mekanisme Batas Harga Minyak Rusia

Ke-27 negara UE juga sepakat pada Juni untuk melarang pembelian minyak mentah Rusia mulai 5 Desember.

“Masih terlalu dini untuk sepenuhnya menilai dampak dari pembatasan harga minyak G7 dan larangan UE terhadap impor minyak mentah Rusia yang mulai berlaku pada 5 Desember, tetapi tanda-tanda awal menunjukkan bahwa ekonomi Rusia mulai merasakan tekanan,” kata ekonom Eropa di perusahaan ekonomi Capital Economics, Nicholas Farr, yang dikutip dari CNBC.

“Data frekuensi tinggi menunjukkan bahwa ekspor minyak Rusia telah turun sejak sanksi diberlakukan dan selisih antara harga minyak mentah Brent dengan harga minyak Ural melebar ke level tertinggi enam bulan (lalu) minggu,” sambungnya.

Farr mengatakan batas harga tersebut akan menambah pukulan terhadap pendapatan energi Rusia, setelah minyak mengalami penurunan harga dalam beberapa bulan terakhir. Patokan internasional minyak mentah Brent turun dari level sekitar 98 dolar AS per barel pada Oktober, menjadi sekitar 77 dolar AS pada awal bulan ini, pulih menjadi sekitar 84,50 dolar AS per barel pada Selasa (27/12/2022) pagi di Eropa.
 
Sementara itu, rubel Rusia turun hampir 10 persen terhadap dolar AS pada minggu lalu, menjadikannya mata uang EM dengan kinerja terburuk sejauh ini.

Farr menambahkan, konsekuensi utama dari melemahnya rubel adalah dapat mendorong inflasi karena biaya impor yang lebih tinggi. Bank of Russia (CBR) mengakhiri penurunan suku bunga pada Oktober dan setelah mempertahankan kebijakan moneternya yang tidak berubah pada bulan ini, CBR memperingatkan bahwa risiko inflasi “menang” atas risiko disinflasi.

Baca juga: Efek Sanksi Barat, Pendapatan Minyak Rusia Susut ke Level Terendah

Jika rubel terus turun pada 2023, Farr mengatakan CBR kemungkinan akan kembali menaikkan suku bunga untuk menjaga inflasi tetap terkendali, dan Capital Economics percaya erosi ketahanan Rusia terhadap sanksi Barat akan muncul sebagai tema utama dari 2023.

“Rusia telah mendapat manfaat yang signifikan dari dorongan persyaratan perdagangannya dari harga komoditas yang tinggi pada tahun 2022, tetapi… dukungan terhadap ekonomi ini sekarang tampaknya memudar,” ungkap Farr dalam sebuah catatan yang diterbitkan Jumat (23/12/2022).

“Kami pikir ekonomi Rusia akan mengalami kontraksi lagi pada tahun 2023. Sementara itu, penurunan pendapatan energi berarti neraca Rusia akan mengalami tekanan,” ujarnya.

Setelah menjadi pilar utama kekuatan ekonomi Rusia pada tahun ini, Capital Economics memperkirakan surplus neraca keuangan Moskow menyusut dengan cepat dalam beberapa bulan mendatang.

“Ada risiko tinggi bahwa penyeimbangan eksternal yang besar diperlukan mulai 2024, yang akan membuat pertumbuhan sangat lamban,” tambah Farr.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini