Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tarik-menarik penerapan regulasi Zero Over Dimension Over Load (ODOL) yang oleh Kementerian Perhubungan akan diberlakukan tahun ini semakin mengemuka.
Terdapat perbedaan pendapat antar berbagai pihak seperti pejabat di Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, KNKT dan operator penyeberangan seperti ASDP serta asosiasi dunia usaha seperti Kadin.
Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Binoni Tio A. Napitupulu mengungkapkan, pemberlakuan kebijakan Zero ODOL ini dapat menyumbang kenaikan inflasi sebesar 1,2 hingga 1,5 persen.
"Zero ODOL sangat baik namun, ada hal yang memang perlu kita antisipasi dengan merelaksasi kebijakan ini karena peran logistik sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi kita,” ujarnya dalam sebuah webinar akhir tahun lalu.
Dikatakannya, sektor industri sebenarnya sudah menyiapkan diri terkait kebijakan Zero ODOL namun ketika industri sudah melakukan perencanaan yang disesuaikan penganggaran dan peraturan, terjadi pandemi covid-19 yang memukul industri secara luar biasa.
“Kita tahu efeknya juga sampai saat ini masih terasa dan industri masih dalam tahap pemulihan dari kehilangan yang cukup banyak di awal 2020 lalu,” lanjutnya.
Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) memaparkan kebijakan Zero ODOL ini bisa memicu kenaikan harga hingga 50 persen yang berpotensi menimbulkan inflasi.
Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto mengatakan, kebijakan Zero ODOL ini bisa memicu kenaikan harga secara serentak.
Padahal, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota sendiri tengah melakukan pemulihan ekonomi dan menjaga agar harga-harga tidak naik.
"Ya, pasti akan memicu harga naik. Bisa memicu kenaikan sampai 50 persen. Dalam ekonomi yang masih dalam kondisi yang masih perlu berhemat, sebaiknya tidak dulu dilakukan pada tahun 2023 ini. Karena pasti akan memicu harga naik, kalau harga naik kan pasti inflasi. Kalau kementerian memicu harga naik kan nggak sinkron jadinya," katanya.
Baca juga: KNKT: Truk ODOL Bisa Bahayakan Angkutan Penyeberangan
Dengan keluarnya kebijakan Zero ODOL ini, Kadin Jatim akan mengajukan penolakan kepada pemerintah karena dapat memicu kenaikan harga yang tinggi, khususnya pada bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat sehari-hari.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mengkhawatirkan pelarangan truk ODOL tahun ini bisa memicu kenaikan harga barang yang otomatis memicu inflasi.
Mereka meminta agar pemerintah khususnya Kemenhub, berhati-hati sebelum mengambil kebijakan pelarangan truk ODOL di tengah kekhawatiran akan potensi pelemahan ekonomi tahun ini.
Baca juga: ASDP Perketat Truk ODOL di Jasa Angkutan Penyeberangan
"Kebijakan Zero ODOL ini bisa mengakibatkan inflasi kalau pertimbangannya tidak secara komprehensif, dan juga bisa meningkatkan volume kendaraan bermotor," ujar Anggota Komite Kebijakan Publik Apindo, Rachmat Hidayat.
Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia, Widodo Santoso, juga menyampaikan bahwa kebijakan Zero ODOL ini akan menyebabkan kenaikan harga semen menjadi dua kali lipat di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu saat ini.
Baca juga: Kemenhub: Target Zero ODOL 2023 Tetap Berjalan! KPBB Usulkan Bisa Dimulai dari Transportasi AMDK
“Jadi, bayangkan kalau harga semen naik dobel, keramik juga akan naik karena bahannya semen. Perumahan naik karena biayanya dari semen. Ini jelas akan memicu inflasi sangat besar yang akhirnya masyarakat juga yang merasakannya,” katanya yang juga di acara yang sama.
Dilarang Menyeberang di Pelabuhan Merak-Bakauneni
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) mengumumkan mulai 2 Januari 2023 akan ada pelarangan terkait kendaraan kategori Over Dimension Over Load (ODOL).
Per Senin (2/1/2023), kendaraan kategori Over Dimension Over Load (ODOL) dengan berat lebih dari 50 ton tidak diperkenankan memasuki area Pelabuhan Merak dan Bakauheni.
Pelarangan itu sesuai dengan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 103 Tahun 2017 tentang Pengaturan & Pengendalian Kendaraan yang Menggunankan Jasa Angkutan Penyeberangan.
"Pastikan dimensi & berat kendaraan #KawanASDP telah sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Pemerintah," ungkap ASDP dalam unggahan Instagramnya dikutip pada Senin (2/1/2023).
ASDP memang sudah menyatakan akan menolak memberikan layanan penyeberangan terhadap kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau terindikasi Over Dimension dan Over Loading (ODOL).
Direktur Utama ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi menyampaikan, pihaknya akan memperketat kendaraan yang tidak sesuai ketentuan atau membawa muatan berlebih di pelabuhan penyeberangan.
"Kendaraan dengan muatan berlebih apalagi sampai terindikasi ODOL sangat membahayakan keselamatan pelayaran," ucap Ira.
ASDP bersama petugas Otoritas Pelabuhan dan aparat terkait di lapangan memastikan tidak akan melayani kendaraan ODOL menyeberang.
Bahayakan Pelayaran
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sendiri sejak tahun 2019 sudah menyoroti permasalahan ODOL dengan mengeluarkan masukan kepada beberapa instansi diantaranya Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian dan Sekretariat Kabinet.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, menyatakan pelaksanaan kebijakan ini harus dilaksanakan secara komprehensif dan butuh koordinasi dengan segala pihak.
"ODOL ini menurut saya tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan. Saya melihat ada keterlibatan dengan kementerian-kementerian lainnya, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, bahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga berpartisipasi dalam kaitannya dengan edukasi pada masyaraka," ujar Soerjanto dikutip dari laman KNKT, Senin (2/1/2023).
"Dalam implementasinya tentunya tidak bisa dilaksanakan serta merta karena akan berpengaruh pada sektor-sektor yang lain. Harus ada tahapan-tahapan pelaksanaannya," imbuhnya.
Dari sisi keselamatan transportasi, KNKT melihat pengoperasian truk ODOL ini selain berpotensi menimbulkan kecelakaan di jalan raya, ternyata juga membahayakan angkutan penyeberangan.
Dari catatan KNKT, ditemukan beberapa kecelakaan yang menjadikan kendaraan ODOL sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan di kapal.
Beberapa kecelakaan tersebut diantaranya Tenggelamnya Windu Karsa di Perairan Kolaka pada 27 Agustus 2011 dan tenggelamnya Rafelia 2 di perairan Selat Bali, pada 4 Maret 2016.
Lalu, kandas dan Tenggelamnya Lestari Maju di perairan Selat Selayar, 3 Juli 2017 dan patahnya pintu rampa Nusa Putra di Merak, 27 Desember 2018.
Kemudian, tenggelamnya BILI, Sungai Sambas pada 20 Februari 2021, tenggelamnya Yunicee di Perairan Selat Bali saat 29 Juni 2021 dan kejadian terakhir adalah Terbaliknya Satya Kencana III, di Pelabuhan Kumai, 19 Oktober 2022.
Dalam kasus Tenggelamnya Kapal Yunicee yang mengakibatkan korban meninggal 11 (sebelas) orang meninggal dan 13 orang hilang, ditemukan faktor yang berkontribusi adalah saat kapal bertolak dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, jumlah muatan telah melebihi kapasitas (overload), sehingga benaman kapal (draft) mendekati geladak kendaraan.
Temuan KNKT dalam proses investigasi jumlah muatan berlebih tersebut juga diakibatkan dari pengangkutan truk ODOL.
"ODOL ini bisa dikatakan sudah menyebabkan korban jiwa selain kerusakan sarana dan prasarana. Saya sendiri melihat ini tidak bisa diselesaikan secara singkat, yang terpenting roadmap Zero ODOL selama lima tahun kedepan dilaksanakan secara konsisten," ungkap Soerjanto.
Pengaruh ODOL terhadap angkutan penyeberangan ini sendiri bila dikaitkan dengan sarana yang ada ternyata juga sangat berkaitan.
Keberadaan ODOL di kapal berpotensi menyebabkan kerusakan pada struktur pintu rampa, geladak kapal dan juga nosel alat pemadam.
Tinggi muatan juga bisa menyebabkan radius sprinkler sembur menjadi tidak efektif dan yang tak kalah membahayakannya adalah jarak antar kendaraan di geladak kendaraan semakin pendek.
Hal ini menyebabkan kesulitan akses bagi awak kapal pada saat melakukan penanganan kebakaran.
Dari sisi angkutan penyeberangan dalam hal ini kapal angkutan ODOL akan mempengaruhi berkurangnya kemampuan daya angkut kapal dari sisi jumlah unit kendaraan yang masuk.
Pada garis sarat yang sama, jumlah unit kendaraan berkurang karena berat kendaraan per-unit sudah melebihi batas.
Meningkatnya dimensi kendaraan membuat kapasitas angkut ruangan geladak kendaraan semakin berkurang.
Selain itu pemuatan kendaraan di atas geladak menjadi semakin rumit dikarenakan ukuran kendaraan yang semakin besar. Akibat dari kondisi ini, operasional di pelabuhan akan semakin lama.
Terkait dengan keselamatan kapal, kecenderungan pemuatan kapal melewati garis sarat maksimum menyebabkan berbagai gangguan pada operasional kapal diantaranya olah gerak (terutama pada saat cuaca buruk), stabilitas kapal, meningkatnya kemungkinan untuk gelombang masuk ke dalam kendaraan.
Di lapangan truk ODOL cenderung melindungi muatannya dengan penutup berlapis. Hal ini menyebabkan pengawasan terhadap isi muatan mejadi semakin sulit.
Ditambah dengan tidak adanya deklarasi secara akurat manifest muatan yang dibawa kendaraan ODOL.