News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Laporan Risiko Global 2023: Konflik Geoekonomi Picu Krisis Energi dan Pasokan Pangan

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Laporan Risiko Global 2023 terbaru memperingatkan bahwa berbagai konflik dan ketegangan geoekonomi antar negara yang terjadi belakangan ini telah memicu munculnya sejumlah risiko global yang saling terhubung dan membahayakan. Risiko tersebut mencakup krisis energi dan pasokan pangan yang diprediksi akan terjadi hingga dua tahun ke depan, dan peningkatan biaya hidup serta pembayaran utang yang tajam.

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama 17 tahun terakhir, Laporan Risiko Global (Global Risks Report/GRR) dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) telah memperingatkan publik mengenai munculnya sejumlah risiko global yang saling berhubungan.

Laporan Risiko Global 2023 terbaru memperingatkan bahwa berbagai konflik dan ketegangan geoekonomi antar negara yang terjadi belakangan ini telah memicu munculnya sejumlah risiko global yang saling terhubung dan membahayakan.

Risiko tersebut mencakup krisis energi dan pasokan pangan yang diprediksi akan terjadi hingga dua tahun ke depan, dan peningkatan biaya hidup serta pembayaran utang yang tajam.

Sejumlah krisis tersebut berisiko menghambat upaya penanggulangan risiko jangka panjang, terutama yang berkaitan dengan perubahan iklim, keanekaragaman hayati dan investasi pada sumber daya manusia.

Baca juga: Jerman Perluas Ekspor Listrik ke Negara Tetangga Meski Dihantam Krisis Energi

Laporan Risiko Global 2023 menyatakan, celah untuk upaya penanggulangan ancaman dari risiko jangka panjang yang paling serius kini semakin sempit, sehingga tindakan kolektif diperlukan sebelum risiko-risiko tersebut mencapai titik kritis.

Laporan Risiko Global 2023 dibuat oleh WEF dari hasil kerja sama dengan Marsh McLennan dan Zurich Insurance Group, menyarikan pandangan lebih dari 1.200 ahli risiko global, pembuat kebijakan dan pemimpin industri.

Dalam tiga periode waktu, laporan ini memberikan gambaran penuh atas lanskap risiko-risiko global yang baru namun tidak asing lagi karena dunia menghadapi banyak risiko yang sudah ada yang sebelumnya tampak mereda.

Saat ini, pandemi global dan perang di Eropa telah membawa kembali krisis energi, inflasi, pangan dan keamanan.

"Situasi ini menciptakan risiko lanjutan yang dapat mendominasi hingga dua tahun mendatang: risiko resesi; meningkatnya kesulitan utang; berlanjutnya krisis biaya hidup; masyarakat terpolarisasi yang dimungkinkan oleh disinformasi dan misinformasi; jeda pada aksi iklim yang cepat; dan perang geoekonomi zero-sum," sebut laporan tersebut yang dikutip Senin, 16 Januari 2023.

Jika dunia tidak segera memulai untuk bekerja sama secara lebih efektif dalam mitigasi iklim dan adaptasi iklim, dikhawatirkan akan memicu pemanasan global dan gangguan ekologis secara berkelanjutan dalam 10 tahun kedepan.

Kegagalan untuk melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, bencana alam, hilangnya keanekaragaman hayati dan kerusakan lingkungan hidup, termasuk ke dalam lima dari 10 risiko teratas – dengan hilangnya keanekaragaman hayati sebagai salah satu risiko global yang paling cepat memburuk dalam satu dekade ke depan.

Secara bersamaan, kepemimpinan yang didorong oleh krisis dan risiko perseteruan geopolitik menciptakan keresahan sosial pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan investasi pada perkembangan kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang menghilang, semakin mengikis ikatan sosial yang ada.

Pada akhirnya, meningkatnya risiko perseteruan tidak hanya menumbuhkan persenjataan geoekonomi, tetapi juga remiliterisasi, terutama melalui teknologi baru dan para pelaku kejahatan.

Laporan Risiko Global 2023 juga menyoroti sejumlah negara yang akan menghadapi tantangan sulit dalam menentukan prioritas yang harus ditempuh diantara faktor masyarakat, lingkungan dan keamanan di negaranya.

Risiko geoekonomi jangka pendek telah menguji komitmen net-zero dan menunjukkan kesenjangan antara kebijakan apa yang diperlukan secara ilmiah dan yang cocok secara politis.

"Tindakan kolektif atas krisis iklim yang dipercepat sangat diperlukan untuk membatasi konsekuensi yang disebabkan oleh dunia yang semakin memanas.," sebut laporan tersebut.

Laporan Risiko Global mendorong para pemimpin agar mengambil tindakan kolektif dan tegas, serta menyetarakan pandangan jangka pendek dan jangka panjang.

Selain aksi iklim yang mendesak dan terkoordinasi, laporan ini juga memberikan rekomendasi upaya bersama antar negara, serta kerja sama organisasi publik dan swasta untuk memperkuat stabilitas finansial, tata kelola teknologi, perkembangan ekonomi dan investasi pada penelitian, sains, pendidikan dan kesehatan.

"Lanskap risiko jangka pendek didominasi oleh energi, pangan, utang dan bencana. Kelompok yang masuk dalam kategori rentan semakin menderita - dan karena krisis yang bertubi-tubi, kelompok yang tergolong rentan secara cepat meluas di negara kaya maupun miskin," kata Saadia Zahidi, Managing Director, World Economic Forum.

"Iklim dan perkembangan sumber daya manusia wajib menjadi perhatian utama para pemimpin dunia, bahkan saat mereka tengah memerangi krisis yang sedang terjadi. Kerja sama merupakan satu-satunya cara untuk melangkah maju," ujarnya.

Baca juga: Mentan Syahrul Yasin Limpo: Semua Negara Resah Hadapi Krisis Pangan pada Tahun Depan

John Scott, Head of Sustainability Risk, Zurich Insurance Group, menyatakan, keterkaitan antara dampak perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, keamanan pangan dan konsumsi sumber daya alam, merupakan kombinasi yang berbahaya.

"Tanpa adanya perubahan kebijakan atau investasi yang signifikan, kombinasi tersebut dapat mempercepat runtuhnya ekosistem, mengancam pasokan pangan, meningkatkan dampak bencana alam dan menghambat kemajuan dalam mitigasi perubahan iklim." ungkap John Scott.

Apabila kita bertindak cepat, masih ada kesempatan di akhir dekade untuk mencapai 1.5ᵒC dan mengatasi kondisi darurat alam. Semakin berkembangnya teknologi pada energi terbarukan dan kendaraan listrik memberikan kita alasan yang kuat untuk tetap optimis."

Carolina Klint, Risk Management Leader, Continental Europe, Marsh menambahkan, tahun 2023 ditandai dengan meningkatnya risiko terkait pangan, energi, bahan baku, dan keamanan siber, yang menyebabkan gangguan lebih lanjut terhadap rantai pasokan global dan berdampak pada keputusan investasi.

Saat seluruh negara dan berbagai organisasi berupaya meningkatkan ketahanan, hambatan ekonomi akan membatasi kemampuan mereka.

"Menghadapi kondisi geoekonomi tersulit pada generasi ini, perusahaan harus berfokus tidak hanya bernavigasi pada kekhawatiran jangka pendek, tetapi juga mengembangkan strategi yang akan menempatkan mereka pada posisi yang dapat bertahan dalam menghadapi risiko jangka panjang serta perubahan struktural," sebutnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini