Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, SWISS – Ancaman resesi yang menghantui pasar global selama 2023, tak hanya memicu kekhawatiran investor pasar global, namun juga mendorong kekhawatiran para kepala ekonom dunia di forum World Economic Forum (WEF) 2023 yang digelar di Davos Swiss hingga 20 Januari mendatang.
Dua pertiga atau sekitar 18 persen kepala ekonom sektor swasta dan publik yang disurvei oleh WEF termasuk Dana Moneter Internasional (IMF), bank investasi, perusahaan multinasional dan kelompok reasuransi kompak memperkirakan resesi global tahun ini akan meningkat tajam bila dibandingkan dengan tahun kemarin.
Baca juga: PDB Inggris pada November 2023 Naik Secara Tak Terduga, Kekhawatiran Resesi Mulai Mereda
“Inflasi tinggi saat ini, pertumbuhan rendah, utang tinggi, serta lingkungan fragmentasi tinggi mengurangi insentif untuk investasi yang dibutuhkan untuk kembali ke pertumbuhan dan meningkatkan standar hidup bagi yang paling rentan di dunia," kata Managing Director WEF Saadia Zahidi dalam sebuah pernyataan yang menyertai hasil survei tersebut.
Dalam survey yang dilakukan WEF disebutkan bahwa proporsi inflasi pada tahun 2023 untuk wilayah dataran China naik menjadi 5 persen, sementara Eropa melesat 57 persen dan Amerika melonjak jadi 55 persen.
Para ekonom menilai bahwa kenaikan ini merupakan imbas dari adanya pengetatan moneter yang dilakukan sejumlah bank sentral, akibat terdampak lonjakan harga pangan dan energi di pasar global, mengutip dari Reuters.
"Ada terlalu banyak kendala yang dipaksakan selain memicu penurunan ekonomi global, hanya ini akan menjadi lebih buruk bahkan mendorong anjloknya permintaan, dan krisis pasokan pesanan hingga merugi 15 sampai 20 persen pada 2023,” kata wakil kepala eksekutif dan kepala keuangan perusahaan logistik global DP World yang berbasis di Dubai, Yuvraj Narayan.
Sebelum survey diterbitkan WEF, Bank Dunia pekan lalu dilaporkan telah memangkas perkiraan pertumbuhan di tahun 2023 menjadi 1,7 persen.
Pemangkasan proyeksi ekonomi dunia di tahun 2023 sengaja dilakukan Bank Dunia lantaran perekonomian global makin menunjukan sinyal perlambatan, akibat tertekan resesi yang ditimbulkan dari perang Rusia – Ukraina, kenaikan suku bunga acuan yang tinggi serta krisis keuangan global selama setahun terakhir.
Baca juga: Optimalkan Pengadaan Produk Dalam Negeri, Kepala LKPP Sebut Indonesia Bakal Terlepas dari Resesi
Munculnya ancaman ini bahkan telah memicu sejumlah perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada ribuan karyawan demi menekan pembengkakan pengeluaran ditengah krisis ekonomi.
Meski berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah resesi, namun sayangnya cara tersebut belum cukup mampu mengurangi dampak resesi global.