News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Pebisnis di Rusia Tak Mempan Dihajar Sanksi Barat, Survei: Ribuan Perusahaan Aktif Beroperasi

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang-orang terlihat di dalam kafe Stars Coffee yang baru dibuka di Moskow pada 19 Agustus 2022. Stars Coffee, rantai Rusia yang datang untuk menggantikan Starbucks Amerika di Rusia setelah kepergiannya karena konflik Ukraina, membuka restoran pertamanya di Moskow untuk masyarakat umum di bawah slogan Uang hilang, bintang-bintang telah tinggal. (Photo by NATALIA KOLESNIKOVA / AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews.com  Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, JENEWA – Sebuah survei yang dilakukan lembaga penelitian Swiss mengungkap bahwa ribuan perusahaan yang berbasis di Uni Eropa dan negara-negara G7  masih aktif beroperasi di Rusia.

Perusahaaan-perusahaan tersebut masih menjalankan bisnis seperti biasa meski negara-negara Barat terus menekan Rusia lewat sanksi ekonomi yang ketat pasca invasi Rusia ke Ukraina Februari tahun lalu.

Para peneliti Swiss Niccolo Pisani dan Simon Evenett, yang berasal dari University of St. Gallen serta institut IMD menjelaskan bahwa sanksi ekonomi dari Barat tidak terlalu masif memukul perusahan – perusahaan besar dari Rusia.

Dari 1.404 perusahaan Uni Eropa dan 2.405  anak perusahaan G7, lembaga survei itu mencatat bahwa hanya ada 8,5 persen atau sekitar 120 perusahaan yang memberlakukan aturan untuk hengkang dari Rusia selama sanksi diterapkan tepatnya mulai Maret tahun lalu.

Kondisi serupa juga terjadi pada perusahaan asal Jepang yang berbasis di Moskow,  dalam beberapa bulan terakhir tercatat hanya ada 15 persen perusahaan yang melakukan divestasi dari Rusia.

Sementara anak perusahaan Jerman yang meninggalkan Rusia hanya 19,5 persen dan 12,4 persen lainnya berasal dari perusahaan AS.  

Dalam setahun terakhir pendapatan perusahaan sekutu yang bekerja di Rusia hanya susut 6,5 persen.

Hal ini berbanding terbalik dengan laba yang dapat diraup pemerintah Rusia dimana dalam beberapa bulan Rusia bisa membukukan keuntungan bagi pemerintah Moskow sebesar 15,3 persen.

Baca juga: Nggak Main-main, Rusia Ancam Hancurkan Semua Senjata Kiriman NATO ke Ukraina

Hal ini tentunya bertentangan dengan narasi Barat yang selama ini menggembar – gemborkan adanya berita terkait eksodus besar-besaran perusahaan Barat yang meninggalkan pasar Rusia.

 "Temuan data terkait penurunan yang sangat terbatas dari perusahaan Uni Eropa dan G7 dari Rusia, sangat menantang narasi bahwa ada eksodus besar-besaran yang dilakukan perusahaan Barat," ujar juru bicara Universitas St. Gallen dalam sebuah pernyataan hari Kamis (19/1/2023).

Baca juga: Rusia Izinkan Kazakhstan Gunakan Jaringan Pipanya untuk Angkut Minyak ke Jerman

Dilansir dari Moscow Times, sebagian besar perusahaan yang memilih untuk mundur dari Rusia merupakan perusahaan yang memiliki profitabilitas yang lebih rendah dibandingkan tenaga kerja.

Studi penelitian ini juga menunjukkan bahwa eksistensi Rusia masih kuat bagi perusahaan – perusahaan global, alasan tersebut yang kemudian membuat sanksi ekonomi dan politik sulit memisahkan perusahaan Barat untuk hengkang dari Rusia meski diselimuti pengetatan saknsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini