News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penguatan Pasar Domestik dan Hilirisasi Kunci RI Bertahan dari Ancaman Resesi 2023

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo saat melakukan groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/1/2022). Proyek bernilai sebesar USD 2,1 juta atau setara dengan Rp 30 trilliun tersebut merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam, PT Pertamina, dan investor asal Amerika Serikat, Air Products. Proyek ini akan mengubah 6 juta ton batu bara menjadi 1,4 juta ton DME setiap tahunnya. Menurut Presiden Jokowi, hilirisasi batu bara menjadi DME akan bisa menekan impor elpiji yang mencapai kisaran Rp 80 triliun. Tribunnews/HO/Biro Pers Setpres/Laily Rachev

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai penguatan pasar domestik dan hilirisasi industri menjadi kunci utama agar Indonesia dapat bertahan dari hantaman ketidakpastian global dan ancaman resesi 2023.

Diketahui, International Monetary Fund (IMF) sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 akan mencapai 3,4 persen, melambat jadi 2,9 persen pada 2023, dan meningkat ke 3,1 persen pada 2024

Baca juga: Rampungnya Peta Jalan Hilirisasi Indonesia Hingga Tahun 2040 Diapresiasi Ekonom

Karena itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah antisipasi dengan terdapat beberapa sektor perlu diperkuat dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi di 2023, satu di antaranya manufaktur.

Selain itu, dalam jangka pendek, dia melihat penguatan pasar domestik termasuk kemudahan produksi di dalam negeri menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini.

"Jadi, pemerintah perlu menjaga keterjangkauan harga bagi masyarakat dengan menjaga inflasi, ketersediaan pasokan, distribusi lancar, dan komunikasi yang efektif. Untuk menjaga daya beli, pemerintah terus mendorong program perlindungan sosial yang dijalankan kementerian/lembaga," ujar Airlangga dalam webinar "Economic & Business Outlook 2023: Synergy and Collaboration for the Industry Recovery Phase", ditulis Selasa (14/2/2023).

Sementara untuk jangka menengah, pemerintah mendorong transformasi, peningkatan investasi, produktivitas SDM, dan implementasi UU Cipta Kerja yang diharapkan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Baca juga: Ekspor Nikel 2023 Diyakini Tembus 30 Miliar Dolar AS, Hilirisasi Jalan Terus

Untuk itu, pemerintah terus mendorong hilirisasi industri serta mengurangi ekspor bahan mentah, meskipun terdapat beberapa tantangan gugatan program hilirisasi nikel oleh WTO.

"Pemerintah fokus pada beberapa komoditas hilirisasi industri, yaitu industri berbasis agro, mineral dan SDA, dan juga sedang dorong industri berbasis mineral dan baja.

Kemudian, bauksit dijadwalkan akan terus ditingkatkan dan ditargetkan ekspor yang selama ini Rp 21 triliun bisa naik jadi Rp 63 triliun," kata Airlangga.

Sependapat dengan Airlangga, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menilai, meski ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 5,3 persen tahun ini, ancaman resesi global perlu diwaspadai.

Pasalnya, resesi global berpotensi menurunkan ekspor karena menurunnya permintaan global dan risiko kenaikan harga bahan baku impor.

Baca juga: Jokowi Sebut Hilirisasi Industri Harus Konsisten: Kalau Tidak, Kita Mundur Lagi

"Hal ini tentu menjadi tantangan terutama bagi industri yang berorientasi ekspor. Di sini penguatan pasar domestik menjadi penting, menjadi kunci keberlangsungan usaha di tengah ketidakpastian global," katanya.

Oleh sebab itu, penguatan rantai nilai domestik atau domestic value chain menjadi peluang yang harus bisa dioptimalkan Indonesia.

"Kadin juga melihat ada dua kunci utama agar Indonesia bisa bertahan dalam menghadapi gejolak ekonomi 2023. Pertama, penguatan UMKM dan kedua, hilirisasi," tuturnya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengakui dunia sedang mengalami fracture economy, di mana banyak negara lebih melihat kepentingan ekonomi dalam negerinya dibanding menjalin kerja sama multilateral, serta globalisasi mundur pasca pandemi Covid-19.

Untuk menggenjot ekspor, lanjutnya, pemerintah bisa memanfaatkan kondisi tersebut dengan menjalin kerja sama bilateral atau bersinergi dengan beberapa negara.

"Saya pikir ini kesempatan sangat baik untuk membangun hubungan bilateral, tidak perlu jauh-jauh, ada Vietnam, Filipina, Malaysia yang memuji-muji Indonesia. Itu bisa menjadi momentum kita bisa penetrasi ekspor produk-produk industri ataupun produk hilirisasi," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini