News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

IPO PGE, Perseroan Lepas 25 Persen Saham hingga Dinilai Bukan Privatisasi

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengunjung melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk telah mengantongi pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk IPO di Bursa Efek Indonesia.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penawaran perdana saham atau _initial public offering_ (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy yang hanya 25 persen, bukan merupakan privatisasi.

Untuk itu, masyarakat diminta tidak khawatir pada proses tersebut. Demikian disampaikan pakar hukum bisnis Universitas Gadjah Mada, Profesor Nindyo Pramono.

"Jadi nggak perlu khawatir jika melakukan IPO maka sahamnya dikuasai publik. Tidak begitu. Pertamina akan tetap sebagai pemegang kendali perusahaan,’’ kata Nindyo saat dikonfirmasi wartawan, dikutip Selasa (21/2/2023).

Baca juga: Dalam Sepekan, Enam Perusahaan Melantai di Bursa Efek Indonesia

Nindyo menjelaskan, bahwa pelepasan saham PGE tidak akan mengubah struktur manajemen perusahaan. Artinya, Pertamina tetap memegang kendali perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas.

Lagi pula, jelas Nindyo, orientas para pemegang saham dari IPO tersebut, berorientasi pada keuntungan (gain). Para investor, tidak bisa menguasai perusahaan.

Menurut Nindyo, terdapat perbedaan antara IPO dan privatisasi. IPO atau pelepasan saham perdana merujuk pada Undang-Undang 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sedangkan privatisasi merujuk pada Undang-Undang 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

"IPO bertujuan untuk meningkatkan struktur modal dan investasi. Pada PGE, saham yang dilepas pun hanya 25 persen," kata Nindyo.

Pada prosesnya, kata Nindyo, pelepasan saham perdana merujuk pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal juncto Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Sesuai aturan tersebut, IPO perusahaan harus melalui proses legal due diligence/legal audit dan uji tuntas kondisi keuangan perusahaan ( financial due diligence).

Apabila ada perusahaan BUMN memiliki kondisi keuangannya tidak bagus, tentunya OJK tidak meloloskan sahamnya untuk listing di bursa. Upaya tersebut dilakukan pihak otoritas untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepada investor.

Menurut Nindyo, hal itu juga terlihat dari sejumlah perusahaan BUMN yang melepas sahamnya ke publik. Apabila perusahaan tersebut dalam kondisi sehat, tidak bermasalah, tentu akan menguntungkan para investor.

"Kalau tidak prospek, ngapain investor taruh (modal) di situ. Nanti dapatnya malah capital loss,’’ tutur Nindyo.

Proses IPO perusahaan dengan kode PGEO tersebut, dijadwalkan berlangsung 20-22 Februari. Setelah itu, dilanjutkan dengan pencatatan efek di lantai bursa pada 24 Februari 2023.

Sebelumnya PT Pertamina Geothermal Energy Tbk telah mengantongi pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk IPO di Bursa Efek Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini