News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Larangan Jual Rokok Batangan

Rencana Pemerintah Revisi PP 109/2012 Dinilai Menekan Keberadaan Industri Tembakau

Penulis: Reza Deni
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan belum menyepakati usulan revisi Peraturan Pemerintah 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi kesehatan - Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan menilai, rencana pemerintah untuk melakukan revisi PP 109/2012 justru bakal menambah daftar panjang yang mengebiri pertumbuhan industri tembakau.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Idustri Hasil Tembakau (IHT) selama ini dinilai menjadi salah satu industri yang diatur paling ketat, tidak hanya di tingkat nasional dengan keberadaan Peraturan Pemerintah No. 109/2012 (PP 109/2012), tetapi juga di tingkat daerah melalui 400 regulasi di tingkat daerah.

Ratusan regulasi tersebut umumnya berfokus untuk menekan konsumsi dan tidak menempatkan keberlangsungan industri sebagai pertimbangan utama.

Ditambah lagi, rencana pemerintah untuk merevisi PP 109/2012 dinilai akan semakin menekan keberadaan IHT, imbasnya jutaan masyarakat di IHT terancam kehilangan pekerjaan.

Selain itu, kontribusinya terhadap ekonomi nasional juga ditaksir dapat terkikis.

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mencatat, saat ini ada lebih dari 446 regulasi yang mengatur IHT mulai dari level pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.

Baca juga: Garap Produk Tembakau Bebas Asap, Simak Rekomendasi Saham HM Sampoerna

Dari total regulasi tersebut, hampir 90 persen atau setara 400 regulasi mengatur pembatasan konsumsi alias tobacco control dan hanya ada 5 regulasi yang mengatur ekonomi dan kesejahteraan.

“Dari banyaknya regulasi soal tembakau tersebut, hampir tidak ada yang melindungi keberlangsungan IHT, sebaliknya justru bersifat menekan produksi dan konsumsi tembakau yang legal. Sehingga jelas sekali terlihat hegemoni rezim kesehatan yang kuat memengaruhi kebijakan IHT di Indonesia,” ujar Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan, kepada wartawan, Selass (21/2/2023).

Oleh karena itu, Henry menilai rencana pemerintah untuk melakukan revisi PP 109/2012 justru bakal menambah daftar panjang yang mengebiri pertumbuhan industri tembakau.

Sebab, rencana revisi yang tertuang pada Keputusan Presiden Nomor 25/2022 lebih menitikberatkan aspek pelarangan total terhadap industri tembakau, alih-alih mengendalikan.

“Selain padat aturan, IHT ini juga merupakan industri yang padat karya. Ada sekitar 5,98 juta pekerja pada rantai pasok IHT, dengan lebih dari 230.000 pekerja langsung pada pabrik rokok. Rencana revisi PP 109/2012 akan berdampak negatif bagi IHT,” kata dia.

Baca juga: Berbasis Sains dan Teknologi, Perusahaan Tembakau Ini Luncurkan Produk Bebas Asap Terbarunya

Di kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachyudi menambahkan, padatnya regulasi terhadap IHT selama ini nyatanya telah terbukti berhasil meraih tujuannya.

Ini misalnya terbukti dari berkurangnya prevalensi merokok anak selama beberapa tahun terakhir.

Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa prevalensi perokok anak umur di bawah 18 tahun telah turun dalam lima tahun terakhir, hingga menjadi 3,44 persen pada tahun 2022, dari angka 3,87 persen pada tahun 2019.

Oleh karenanya, menurut Benny, PP 109/2012 saat ini tidak mendesak untuk direvisi.

“Sebaiknya pemerintah melakukan evaluasi komprehensif dengan indikator yang akurat baik di tingkat nasional maupun daerah, sebelum memutuskan untuk melakukan revisi PP 109/2012. Indikator dan justifikasi revisi regulasi yang saat ini didorong oleh Kementerian Kesehatan perlu ditinjau ulang,” kata Benny.

Baca juga: Aliansi Vaper Indonesia Minta Kajian Ilmiah Produk Tembakau Alternatif Disosialisasikan

Jika dipaksakan, Benny menilai dampaknya terhadap pertumbuhan IHT bakal makin negatif.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Tauhid, menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, IHT sudah tertekan.

Dikatakan Tauhid, ini terbukti dengan harga jual rokok yang makin mahal dan telah memangkas konsumsi dalam beberapa tahun terakhir.

“Peran industri pengolahan tembakau dalam perekonomian semakin turun dari 0,85% (Q1-2018) menjadi 0,67% (Q4-2022). Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak dan efektivitasnya bagi IHT, termasuk penerimaan tenaga kerja, dan petani dalam mengambil kebijakan revisi PP 109/2012,” kata Tauhid.

Tauhid sendiri merekomendasikan perlunya dirumus formula baku yang mengedepankan keseimbangan, yaitu dengan tetap memperhatikan dimensi pengendalian, ketenagakerjaan, penerimaan negara, dan petani tembakau.

Sebelumnya pemerintah membuka opsi untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Adapun rencana itu tertuang dalam lampiran Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang diteken Presiden Joko Widodo.

Dikutip dari salinan Keppres 25/2022, Senin (25/12/2022) ada sejumlah ketentuan yang akan diubah melalui revisi PP 109/2012.

Beberapa di antaranya yakni soal ketentuan penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada produk tembakau.

PP tersebut juga akan mengatur ketentuan rokok elektronik, pelarangan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi, dan pelarangan penjualan rokok tembakau secara batangan.

Sementara itu, cakupan dari perubahan PP itu ada di lingkup pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi.

Ketentuan mengenai penegakan dan penindakan serta media teknologi informasi dan penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) juga akan diatur melalui perubahan PP tersebut.

Dalam keppres ini disebutkan bahwa Kementerian Kesehatan akan menjadi pemrakarsa revisi PP 109/2012.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini