Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyayangkan adanya praktik jual beli barang bekas impor.
Praktik tersebut kerap disebut sebagai thrifting, di mana adanya aktivitas jual beli barang-barang bekas impor dengan tujuan untuk dipakai kembali.
Teten menyebut thrifting tidak sejalan dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
Baca juga: Thrifting Baju Lebaran Digemari Kalangan Anak Muda di Pasar Senen
"Di tengah gerakan kita untuk mencintai, membeli, mengkonsumsi produk dalam negeri, ada penyelundupan barang bekas, termasuk produk tekstil dan sejenisnya," kata Teten di kantor KemenKopUKM, Senin (13/3/2023).
"Ini kan ilegal. Menurut saya, sangat tidak sejalan dengan gerakan Bangga Buatan Indonesia," ujarnya melanjutkan.
Teten berujar, barang-barang bekas impor ini juga dapat menggerus lapangan kerja. Tak hanya itu, ada juga dampak kesehatan yang bisa juga terjadi pada para konsumennya.
"Lapangan kerja akan tegerus oleh impor barang-barang bekas ini. Ada juga dampak kesehatan," katanya.
Mantan Kepala Staf Kepresiden itu belum bisa menjelaskan lebih detail terkait angka dari lapangan kerja yang terdampak apabila bisnis thrifting ini terus berjalan.
Namun, ia memberi gambaran kalau industik tekstil ini adalah industri padat karya.
"Angkanya belum kita dapat statistiknya, tapi sebagai gambaran, industri tekstil ini industri padat karya. Jadi tentunya imbasnya kemungkinan sangat besar terhadap tenaga kerja," ujar Teten.
Sebagai informasi, dikutip dari Kompas.com, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) disebut mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro kecil menengah (UMKM) lokal.
Thrifting adalah aktivitas membeli atau menjual barang-barang bekas impor dengan tujuan untuk dipakai kembali.
Kemenkop dan UKM menegaskan bahwa secara aturan, praktik thrifting atau membeli dan menjual pakaian bekas dari luar negeri sebenarnya telah dilarang.
Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman menilai, praktik thrifting dapat merusak industri garmen dalam negeri.
"Memang di peraturan perdagangan kita yang Bea Cukai itu kan sebenarnya dilarang thrifting, impor barang-barang bekas itu kan dilarang," ujarnya, saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (2/3/2023).
Namun, menurutnya, praktik thrifting nyatanya masih didukung adanya masyarakat Indonesia yang cenderung suka membeli produk luar negeri, meski bukan barang baru.
Terlebih, produk dari luar negeri tersebut dibanderol dengan harga jauh lebih murah.
"Kita lihat, banyak tempat sampai di daerah-daerah itu penjualan baju-baju bekas ada di mana-mana. Nah, itu merusak industri garmen kita karena harga jauh lebih murah dan ada brand-nya, tapi bekas," kata Hanung.
"Banyak masyarakat kita yang masih price sensitive, artinya kalau harganya murah dibeli, mau itu bekas sekali pun. Jadi industri kita tidak dihargai dan kalah, karena barang bekas dikasih tempat. Masyarakat kelas bawah mungkin senang. Ya otomatis rusak industri garmen kita," sambungnya.