Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyampaikan laporan hasil pemeriksaan terhadap Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terkait izin usaha bursa berjangka aset kripto.
Yeka menyebut lembaga di bawah Kementerian Perdagangan itu telah melakukan maladministrasi yang membuat persyaratan izin usaha berlarut-larut.
"Ombudsman berpendapat bahwa proses pemenuhan persyaratan izin usaha bursa berjangka oleh PT Digital Future Exchange (DFX) telah dipenuhi pelapor," urainya saat konferensi pers di Gedung ORI, Jakarta, Senin (20/3/2023).
Menurutnya, PT DFX telah kooperatif dan proaktif dalam memenuhi semua persyaratan pemenuhan perizinan di Bappebti.
Baca juga: Ombudsman RI: Yang Diperlukan Masyarakat adalah Kepastian Pelaksanaan Keputusan
Dalam hasil pemeriksaannya, Ombudsman RI berpendapat PT DFX sudah mengikuti seluruh rangkaian proses pemenuhan persyaratan berdasarkan berkas yang disampaikan Bappebti ke PT DFX.
"PT DFX juga memenuhi semua persyaratan perizinan bursa berjangka sesuai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan izin usaha bursa berjangka," tutur Yeka.
Yeka menerangkan berlarutnya proses perizinan usaha bursa berjangka menimbulkan kerugian sekaligus membuktikan lambannya pelayanan birokrasi yang dilaksanakan Bappebti.
Dampak dari lambannya proses perizinan usaha bursa berjangka ini, imbuh Yeka, menimbulkan kerugian sebesar Rp19 miliar sejak awal pengajuan perizinan pada 21 Desember 2020 hingga 19 Desember 2022.
"Tidak adanya jangka waktu dalam pelayanan administrasi perizinan menimbulkan opportunity cost yang tidak sedikit berupa waktu, materi, tenaga, dan biaya lainnya," jelas dia.
Yeka menarik kesimpulan bahwa Bappebti sebagai pihak yang memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan publik tidak transparan dan akuntabel.
"Ombudsman berpendapatan prosedur penilaian fit and proper test kepada jajaran direksi PT DFX serta BAP hasil pemeriksaan prasarana dan sarana yang dilakukan Bappebti tidak jelas," tegasnya.
Selain itu, Yeka dalam temuannya menyebut Bappebti telah melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang dengan memberikan persyaratan tambahan berupa hak akses viewing.
Bappebti juga meminta PT DFX untuk melakukan simulasi perdagangan dengan akun real serta perdagangan dengan sistem ISO 27001.
"Persyaratan tambahan yang harus dipenuhi PT DFX dalam izin usaha bursa berjangka itu merupakan penyalahgunaan wewenang oleh Bappebti mengingat persyaratan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan," tukas Yeka.
Dia menambahkan pelaksanaan proses pemeriksaan dugaan maladministrasi ini melibatkan beberapa instansi dan stakeholder di antaranya OJK, Kemenkeu, dan praktisi aset kripto Asosiasi Pedagang Kripto Indonesia (Aspakrindo) dan Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI).
"Sudah semestinya pemerintah dan pihak swasta membentuk ekosistem yang saling berkolaborasi dan bekerjasama, untuk menciptakan kepastian hukum, perlindungan pelanggan aset kripto dan memfasilitasi perkembangan kegiatan usaha perdagangan fisik aset kripto," ucap Yeka.
Pihaknya menyatakan memberikan tindakan korektif dalam kurun waktu 30 hari apabila tidak selesai maka Ombudsman akan memberikan rekomendasi kepada DPR dan Presiden RI Joko Widodo.
Rekomendasi tersebut nantinya akan menentukan arah perbaikan terkait pelayanan publik lembaga Bappebti yang carut marut.
Prinsip Kehati-hatian
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan akan mempelajari permasalahannya dan menindaklanjuti.
Ia menjelaskan, dalam pembentukan bursa kripto ini tidak mudah karena pihaknya sedang mengukir sejarah.
Baca juga: Ombudsman Soroti Kebijakan Kendaraan Listrik: SPKLU dan SPBKLU Minim dan Belum Merata
Sebagaimana diketahui, apabila bursa kripto di Indonesia terbentuk, akan jadi yang pertama di negeri ini dan dunia.
"Membentuk bursa kripto ini sebetulnya kita semua sedang making history. Tidak mudah. Belum ada contoh makanya kami harus sangat hati-hati," kata Didid.
Kehati-hatian itu disebut Didid mengakibatkan proses menjadi lebih panjang.
"Sangat hati-hati ini mengakibatkan proses yang agak panjang. Ini nanti akan kami sampaikan, kira-kira secara garis besar, tentu dengan bukti-bukti, akan kami jawab dengan sengaja atau bukan," ujarnya.
Didid menyebut sejauh ini sudah ada beberapa perusahaan yang mencalonkan diri menjadi bursa kripto di Indonesia.
Namun, sampai saat ini belum ada yang bisa diterima pihaknya.
"Dari sisi administrasi sudah memenuhi semuanya tetapi apakah Anda puas kalo bursa kripto didirikan hanya karena pemenuhan dokumen administrasi semata? Jadi, kami belum bisa memutuskan iya atau tidak," kata Didid.