News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Dampak Perang Rusia-Ukraina ke Tanah Air: Ancam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sebuah tank Ukraina bergerak menuju garis depan dekat kota Bakhmut, pada 8 Maret 2023, di tengah invasi Rusia ke Ukraina. (Photo by Aris Messinis / AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia mencatat rekor pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2022, yang menjadi rekor tertinggi hampir satu dekade terakhir. Namun, invasi Rusia ke Ukraina telah berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.

Melansir dari Business Insider, dengan melemahnya harga komoditas dan energi yang telah mengikis pendapatan ekspor, Indonesia menghadapi hambatan ekonomi karena kekhawatiran akan meningkatnya resesi global.

Beberapa bulan lalu, keadaan tidak terlalu terlihat buruk. Meskipun konsumen di Indonesia menghadapi harga yang lebih tinggi untuk beberapa komoditas, tetapi pada awalnya ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini menyaksikan nilai mata uangnya tumbuh lebih kuat.

Baca juga: Presiden Vladimir Putin: AS Ingin Pecah Rusia dan Jadi Pusat Dunia melalui Konflik Ukraina

Penguatan nilai rupiah terjadi akibat konflik yang melanda Rusia dan Ukraina menyebabkan kenaikan harga komoditas global. Reli tersebut, yang mengangkat pendapatan Indonesia dari ekspor besi, baja, batu bara, dan minyak kelapa sawit, ternyata hanya berumur pendek.

Melemahnya permintaan global, yang dikombinasikan dengan suku bunga yang lebih tinggi, serta inflasi yang meroket mengakibatkan pendapatan ekspor Indonesia menurun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto memproyeksikan pada Januari lalu, ekspor akan tumbuh sebesar 12,8 persen di tahun ini, kurang dari setengah tingkat pertumbuhan 29,8 persen pada 2022, meskipun tingkat ekspor pada tahun lalu mungkin termasuk peningkatan pascapandemi Covid-19.

Tanda-tanda yang mengkhawatirkan muncul pada Desember, ketika ekspor minyak sawit melambat. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memperingatkan baru-baru ini, risiko penurunan utama bagi Indonesia termasuk "ketegangan terus-menerus di pasar energi, pupuk dan pangan."

Energi dan Pangan Jadi Sektor yang Paling Terpukul

“Sektor yang paling terpukul adalah energi, batu bara dan minyak mentah, dan juga komoditas, terutama impor jagung dan gandum, yang sekarang jauh lebih mahal,” kata analis politik senior di Pusat Studi Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adriana Elisabeth.

"Konsumsi gandum relatif tinggi, yang merupakan tantangan nyata bagi ketahanan pangan negara," tambahnya.

Meski inflasi di Indonesia mencapai sekitar 5,5 persen, yang relatif rendah jika dibandingkan dengan banyak negara lainnya, namun angka itu menjadi level tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.

Angka itu juga dua kali lipat dari tingkat inflasi yang diproyeksikan untuk dua negara tetangga Indonesia pada tahun ini, yaitu Malaysia dan Thailand. Bank Indonesia menaikkan suku bunga utamanya sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen pada Januari, yang menjadi kenaikan keenam berturut-turut.

Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk melindungi konsumen di Tanah Air dari kenaikan harga, namun pemerintah harus menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar 30 persen untuk melindungi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini