News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Daftar Negara yang Paling Terpukul Jika Harga Minyak Sentuh 100 Dolar AS Per Barel

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemangkasan produksi minyak oleh negara-negara OPEC+ diperkirakan dapat membawa harga minyak mencapai 100 dolar AS per barel.

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemotongan produksi yang mengejutkan oleh OPEC dan sekutunya, atau dikenal sebagai kelompok OPEC+, membuat harga minyak mentah dunia melambung.

Pemangkasan produksi minyak oleh negara-negara OPEC+ tersebut bahkan diperkirakan dapat membawa harga minyak mencapai 100 dolar AS per barel.

Negara-negara yang bergantung pada impor minyak dapat menjadi korban dari kenaikan harga ini.

Dikutip dari CNBC, OPEC+ mengumumkan pengurangan produksi minyak mentah sebesar 1,16 juta barel per hari pada Minggu (2/4/2023), sebuah langkah yang sebelumnya tidak diprediksi oleh pasar minyak.

“Ini adalah pajak bagi setiap ekonomi pengimpor minyak,” kata direktur pengelola bank investasi swasta Raymond James, Pavel Molchanov.

“Bukan AS yang akan paling merasakan sakit dari minyak $100, melainkan negara-negara yang tidak memiliki sumber daya minyak domestik: Jepang, India, Jerman, Prancis ... beberapa contoh besar,” tambahnya.

Pemotongan produksi oleh negara-negara kartel minyak akan dimulai pada Mei dan berlangsung hingga akhir 2023.

Baik Arab Saudi maupun Rusia akan memangkas produksi minyak sebesar 500.000 barel per hari hingga akhir tahun ini. Anggota OPEC lainnya seperti Kuwait, Oman, Irak, Aljazair dan Kazakhstan juga mengurangi produksi mereka.

Minyak mentah berjangka Brent terakhir diperdagangkan 0,57 persen lebih tinggi pada 85,41 dolar AS per barel, sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS naik 0,5 persen menjadi 81,11 dolar AS per barel.

Baca juga: OPEC Pangkas Produksi, Harga Minyak Terancam Naik

“Wilayah yang paling terpukul oleh pemotongan pasokan minyak dan lonjakan harga minyak mentah terkait adalah wilayah dengan tingkat ketergantungan impor yang tinggi dan pangsa bahan bakar fosil yang tinggi dalam sistem energi primer mereka,” kata direktur Eurasia Group, Henning Gloystein.

Hal itu berarti, tambah Gloystein, pasar negara berkembang yang bergantung pada impor, terutama di Asia Selatan dan Tenggara, dan industri berat di Jepang dan Korea Selatan dapat menjadi korban meroketnya harga minyak.

India

India adalah konsumen minyak terbesar ketiga di dunia, dan telah membeli minyak Rusia dengan diskon besar sejak sanksi dijatuhkan terhadap Moskow sebagai tanggapan atas invasinya ke Ukraina.

Menurut data pemerintah India, impor minyak mentah negara itu naik 8,5 persen pada Februari dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Naik di Tengah Pelemahan Dolar AS

“Meskipun mereka masih mendapat untung dari potongan harga gas Rusia, mereka sudah dirugikan oleh harga batu bara dan gas yang tinggi,” ujar Gloystein.

“Jika minyak naik lebih jauh, bahkan minyak mentah Rusia yang didiskon akan mulai mengganggu pertumbuhan India,” imbuhnya.

Jepang

Minyak adalah sumber energi paling signifikan di Jepang, dan menyumbang sekitar 40 persen dari total pasokan energinya.

“Tidak memiliki produksi dalam negeri yang menonjol, Jepang sangat bergantung pada impor minyak mentah, dengan antara 80 persen hingga 90 persen berasal dari kawasan Timur Tengah,” kata Badan Energi Internasional.

Korea Selatan

Begitu juga bagi Korea Selatan, minyak merupakan bagian terbesar dari kebutuhan energinya, menurut perusahaan riset independen Enerdata.

“Korea Selatan dan Italia lebih dari 75 persen bergantung pada minyak impor,” kata Molchanov.

Dampak Kenaikan Harga Minyak pada Ekonomi Negara Berkembang

Beberapa pasar negara berkembang yang "tidak memiliki kemampuan mata uang asing untuk mendukung impor bahan bakar ini", akan terkena dampak negatif dari harga minyak 100 dolar AS, kata Molchanov.

Ia menyebut Argentina, Turki, Afrika Selatan, dan Pakistan sebagai negara-negara yang berpotensi terkena dampaknya.

Sri Lanka, yang tidak memproduksi minyak di dalam negeri dan 100 persen bergantung pada impor, juga sangat rentan terhadap dampak yang lebih parah, tambahnya.

“Negara-negara dengan mata uang asing paling sedikit dan importir akan paling terpukul karena harga minyak dalam dolar AS,” kata pendiri Energy Aspects, Amrita Sen, yang menambahkan biaya impor akan naik lebih jauh lagi jika greenback menguat.

Baca juga: Dibayangi Sanksi Rusia, Harga Minyak Dunia Pekan Ini Melonjak 8 Persen

Namun, kata Molchanov, untuk sementara harga 100 dolar AS per barel kemungkinan tidak bertahan lama dan "tidak permanen".

“Begitu minyak mentah mencapai $100 per barel dan bertahan di sana sebentar, itu mendorong produsen untuk benar-benar meningkatkan produksi lagi,” ungkap Gloystein.

Sementara itu, menurut Gloystein Eropa dan China juga akan terkena dampak kenaikan harga minyak.

Namun, paparan yang diterima China sedikit berkurang karena produksi minyak dalam negerinya.

Sementara Eropa secara keseluruhan bergantung pada nuklir, batu bara, dan gas alam daripada bahan bakar fosil dalam bauran energi primer mereka.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini