News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Amerika Serikat Gagal Bayar Utang

Jika Utang Amerika Lewati Batas, Rupiah Diramal Terkapar ke Rp 15.700 Hingga PHK Massal

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi buruh


Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, jika utang Amerika Serikat (AS) melewati ambang batas yang ditetapkan, maka risikonya bisa sistemik ke sektor keuangan global dan memicu kepanikan investor.

Bisa dikatakan, ada risiko default atau gagal bayar utang yang juga diramalkan akan membuat nilai tukar rupiah terkapar terhadap dolar AS.

"Kondisi ini bisa melemahkan nilai tukar rupiah dan membuat beban bunga utang naik signifikan. Penguatan rupiah yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir bisa berubah ke pelemahan di rentang Rp 15.000 hingga 15.700 per dolar AS," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, ditulis Minggu (30/4/2023).

Baca juga: Sektor Properti China Mulai Meredup Usai Shimao Group Dihantam Default Triliunan Rupiah

Karena itu, harus diwaspadai capital reversal atau pembalikan modal asing, meski kondisi ekonomi indonesia dalam tahap pemulihan.

"Terutama, melihat arus mudik lebaran dan terjaganya konsumsi rumah tangga," kata Bhima.

Dia menambahkan, kinerja ekspor yang berpengaruh dari ancaman ekonomi di AS terdiri dari ekspor pakaian jadi, alas kaki, produk olahan karet, minyak kelapa sawit, furnitur, produk perikanan, dan barang dari kulit.

Sepanjang 2017 hingga 2021, lanjut Bhima, ekspor pakaian jadi sudah minus 3 persen ke pasar AS, alas kaki minus 1 persen, dan barang dari kulit minus 3 persen.

"Bagaimanapun juga, AS adalah mitra ekspor tradisional dengan porsi sebesar 9,2 persen sepanjang Januari hingga Maret 2023. Kondisi penurunan permintaan ekspor bisa sebabkan PHK massal meluas sepanjang 2023, tidak hanya di sektor manufaktur, tapi juga basis komoditas perkebunan dan tambang," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini