Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri tekstil belakang kerap melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. Selain imbas dari Covid-19, kondisi pasar domestik dan internasional jadi penyebabnya.
Demikian disampaikan Anne Patricia Susanto, Wakil Ketua Asosiasi Perstektilan Indonesia (API) saat dihubungi Tribunnews, Senin (1/5/2023).
Anne mengaku, dirinya belum mengetahui seberapa banyak industri tekstil yang terpaksa gulung tikar.
Baca juga: Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ungkap Akan Ada Industri Tekstil Gulung Tikar Dalam Waktu Dekat InI
Namun, dia memastikan adanya penurunan jumlah karyawan di industri tekstil dan produk tekstil (TPT)
"Saya tidak punya data berapa pabrik tekstil dan berapa yang melakukan pengurangan orang. Tapi karena pasar domestik dan internasional tahun ini melemah dan dengan adanya persaingan antar negara dan digitalisasi automation untuk menambah daya saing, secara logika ada penurunan jumlah pekerja di industri TPT," ujar Anne.
Di sisi lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah mengidentifikasi industri tekstil dan produk turunan tekstil (TPT) yang terdampak paling besar terhadap kondisi ekonomi global. Industri tekstil tengah terancam penutupan dan PHK.
"Itu sejak awal kita sudah identifikasi dengan sektor TPT, tekstil dan produk turunan tekstil, karena banyak hal,” jelas Agus Gumiwang, Sabtu, 8 April 2023 lalu.
Salah satu penyebabnya, kata Agus, yaitu serangan produk-produk impor terutama impor produk bekas serta pelemahan ekonomi dunia yang berimbas pada melemahnya pasar luar negeri.
"Misal serangan produk-produk impor. Apalagi impor barang bekas dan melemahnya pasar luar negeri yang selama ini pasar produk ekspor kita," terang Politisi Partai Golkar ini.
PT Tuntex Garment Indonesia Gulung Tikar
Di sisi lain, PT Tuntex Garment Indonesia belum lama ini merilis bahwa perusahaan tekstil itu menyetop produksi terhitung sejak 31 Maret 2023. Atas hal tersebut, ribuan buruh terpaksa terkena PHK.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Bidang Perselisihan Hubungan Industrial dan Pengendalian Ketenagakerjaan Pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Desyanti.
"PT Tuntex sudah berhenti operasi terhitung tanggal 31 Maret 2023, terhitung tanggal yang sama pekerja di PHK/diputus hubungan kerjanya, selanjutnya pekerja/buruh yang terdampak PHK sejumlah 1.163 orang pekerja/buruh," kata Desyanti saat dihubungi Tribunnews, Rabu (5/4/2023) lalu.
Menurutnya, PHK yang dilakukan PT Tuntex Garment itu akibat dampak kerugian selama tiga tahun berturut-turut sejak Pandemi Covid-19. Serta perekonomian global yang saat ini tidak bisa diprediksi.
"Penutupan perusahaan akibat mengalami kerugian 3 (tiga) tahun berturut-turut sebagai dampak dari pandemi covid-19 dan dampat kelesuan ekonomi Eropa dan Amerika pasca pandemi," ujarnya.
Terlebih, kata Desyanti market penjualan PT Tuntex Garment ini merupakan pasar luar negeri yaitu Eropa dan Amerika.
Baca juga: Peringatan May Day, Buruh Singgung Maraknya PHK di Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia
"Market penjualan produk tekstile tuntex berupa baju olahraga, merk Fuma, dan brand-brand besar dunia lainnya, sebagain besar market diatas 80 persen untuk Eropa dan Amerika," ucap dia.
Bakal Ada Industri Tekstil Tutup
Di hubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menyampaikan, sejumlah industri tekstil di Indonesia, bakal menghentikan usahanya usai hari libur Lebaran 2023.
Namun, Jemmy belum dapat memastikan jumlah industri tekstil yang bakal gulung tikar menyusul PT Tuntex Garment Indonesia pada akhir Maret 2023 lalu.
"Kita mendengar ada industri yang setelah libur Lebaran ini, tidak berniat untuk melanjutkan usahanya," ujar Jemmy saat dihubungi Tribunnews, Senin (1/5/2023).
"Industri-industri itu tersebar di seluruh wilayah Pulau Jawa," ungkapnya.
Jemmy mengungkapkan, fenomena gulung tikar bagi industri tekstil ini disinyalir dari gempuran produk impor tekstil dan produk tekstil (TP) yang kian meningkat.
"Perlu kita ketahui bersama, daya beli Masyarakat Indonesia juga belum pulih. Kalau gempuran produk ini tidak di sikapi bersama, akan menambah lagi PHK," tutur dia.
Untuk itu, Jemmy meminta perpanjangan Safeguard guna menangani krisis kesulitan ekonomi dari permintaan tekstil yang menurun.
"Kalau ini tidak diantisipasi bersama, ekosistem industri TPT akan hancur. Trade Barrier sangat di butuhkan," ucap dia.
"API berharap Usulan perpanjangan Safeguard bisa segera di setujui / PMK nya segera di tandatangani," lanjutnya.
Buruh Minta Pemerintah Siapkan Solusi
Senada dengan hal tersebut, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyinggung maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di industri tekstil dan produk tekstil atau TPT, yang marak terjadi dalam beberapa waktu belakang.
Presiden KSPN, Ristadi mengatakan, PHK yang terjadi imbas turunnya permintaan produk-produk TPT. Namun, ia enggan membeberkan secara rinci merek-merek atau brand tekstil yang dimaksud.
Baca juga: Buruh Minta Tiga Perusahaan Tambang Asal China Diusir Jika Tak Patuhi Hukum Ketenagakerjaan
"Kalau brand internasional itu menyetop pemesanan baju atau stok (dari pabrik Indonesia), katanya stok mereka sudah cukup," ucap Ristadi saat ditemui pada agenda aksi unjuk rasa buruh di kawasan Patung Kuda Jakarta, Senin.
"Kemudian besoknya pekerja dirumahkan atau bahkan di PHK. Kan pekerja atau karyawan enggak tau apa-apa, enggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba ada yang PHK," sambungnya.
Ristadi pun mendorong pemerintah untuk dapat memberikan solusi sekaligus kebijakan yang membela para pekerja dan industri sektor TPT.
Terlebih diketahui, industri TPT merupakan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
"Maka pemerintah harus sigap dengan adanya situasi ini, sebab industri tekstil ini padat karya yang paling banyak menyerap tenaga kerja Indonesia, ada jutaan. Beda dengan padat modal, ini harus jadi perhatian serius Pak Jokowi," pungkasnya.