News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ekspor Pasir Laut

Greenpeace Tolak Gabung Tim Kajian Ekspor Pasir Laut, Trenggono: Kalau Dia Pintar, Tak Bakal Menolak

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemerintah kembali membuka ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang terbit 15 Mei 2023. Pemerintah menghentikan ekspor pasir laut melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 177 Tahun 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA/APFIA

TRIBUNNEWS.COM, - Greenpeace Indonesia menolak terlibat dalam tim kajian yang akan dibentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menyeleksi perizinan ekspor pasir laut.

Hal ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Adapun rencana awal, tim kajian ekspor pasir laut berisikan KKP, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, akademisi, perguruan tinggi, serta organisasi lingkungan seperti Greenpeace dan Walhi.

Baca juga: Menteri Trenggono Klaim Ekspor Pasir Laut Untuk Jaga Kesehatan Perairan

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah mengatakan, Greenpeace mendesak pemerintah segera membatalkan regulasi kontroversial tersebut, karena berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan secara masif.

“Kami secara tegas menolak terlibat dalam tim kajian KKP untuk implementasi PP 26/2023. Sikap kami jelas, pemerintah harus membatalkan PP tersebut," kata Afdillah yang dikutip dalam website Greenpeace Indonesia, Rabu (7/6/2023).

Menurutnya, regulasi ini adalah upaya greenwashing atau akal-akalan pemerintah yang mengatasnamakan pengelolaan laut demi keberlanjutan.

"Padahal, di balik itu semua, PP ini justru akan menjadi ‘pelicin’ oligarki dan para pelaku bisnis untuk meraup keuntungan dari aktivitas ekspor pasir laut," ucapnya.

Trenggono Sebut Tak Perlu Menolak

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, tim kajian ekspor pasir laut akan merumuskan sebuah persyaratan terkait apakah hasil sedimentasi tersebut dapat dimanfaatkan atau tidak.

Persyaratan tersebut nantinya akan tertuang dalam sebuah peraturan menteri.

Merespons penolakan Greenpeace, Trenggono mengatakan, semestinya mereka tak menolak ajakan tersebut.

Sebab, apabila menurut Greenpeace ditemukan unsur yang merusak lingkungan, bisa langsung dibahas di dalam tim kajian.

"Ngapain menolak? Kalau dia pintar, enggak bakalan menolak. Masuk aja," katanya di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (6/6/2023).

"Masuk, kemudian dia kaji. Kalau menurut dia ini merusak lingkungan, dia setop. (Bilang) enggak bisa. Selesai," lanjut Trenggono.

Ia mengatakan, apabila tergabung ke dalam tim kajian, Greenpeace bisa memiliki wewenang untuk menentukan kebutuhan dari hasil sedimentasi tersebut, termasuk untuk yang diekspor.

"Sedimentasi hanya bisa dilakukan, hanya bisa diambil, digunakan untuk kepentingan reklamasi baik di dalam negeri maupun luar negeri, itu harus lewat tim kajian. Kalau mengatakan itu bisa dilakukan, lakukan. Kalau tidak, ya tidak bisa," ujar Trenggono.

Bagaikan Mejual Tanah Air

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melalui Manager Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin menyatakan, kebijakan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut sama halnya dengan menjual tanah air.

Pasalnya, Parid menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut itu bakal mempercepat tenggelamnya desa-desa kecil yang tinggal di pesisir.

"Tentu menurut Walhi ini akan mempercepat kerusakan, mempercepat tenggelamnya desa-desa kecil, desa-desa di pesisir," kata Parid saat dihubungi Tribunnews, Jumat (2/6/2023).

Baca juga: Kadin DKI: Penambangan Pasir Laut Jangan Sampai Mengancam Kehidupan Nelayan

Parid mengaku, Walhi sendiri telah melakukan kampanye untuk memperjuangkan pulau-pulau kecil yang masih minim perhatian pemerintah.

Menurutnya, kebijakan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut justru bakal menghilangkan kedaulatan bahkan dinilai menjual tanah air.

"Kami di Walhi sudah berkampanye sudah lama setahun yang lalu. Kita ini negara kepulauan, kalau pulau-pulau kecil tenggelam apalagi di perbatasan, itu kedaulatan kita menyusut. Jadi artinya sama dengan menjual kedaulatan, menjual tanah air," jelasnya.

Terlebih, kata dia, pulau-pulau kecil di perairan indonesia sudah banyak terancam tenggelam, bahkan sudah banyak tenggelam.

"Kami di Walhi punya catatan sendiri. Kepulauan Riau ada 6 pulau yang tenggelam. Bengkulu 2 pulau tenggelam, Sumatera Selatan 3 pulau tenggelam, Bangka Belitung lebih banyak," ungkapnya.

Menurut catatan Walhi, wilayah kepulauan yang rentan atau bahkan terancam tenggelam meliputi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku Utara, Maluku bahkan Papua.

Sehingga menurut Parid, kebijakan pemerintah soal ekspor pasir laut itu, justru mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil.

"Ada juga pulau-pulau yang terancam tenggelam karena percepatan kenaikan air laut, tren nya 0,8 sampai 1 meter per tahun," jelas dia.

"Jadi artinya PP ini bukan memitigasi krisis iklim, tapi malah mempercepat hancurnya dan tenggelamnya pulau-pulau kecil yang merupakan ciri dari indonesia," sambungnya.

Berdoa Agar Laut Akan Marah

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti mengkritik pemerintah yang memperbolehkan kegiatan ekspor pasir laut.

Kritikan Susi diabadikan melalui sebuah video yang diunggah oleh Founder of Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi di akun Twitter pribadinya, @ismailfahmi pada Selasa (6/6/2023).

Dalam video berdurasi 2 menit 27 detik tersebut, tampak Susi tengah berenang di Pantai Pangandaran pada Minggu (4/6/2023).

Awalnya Susi merasakan, saat berenang di Pantai Pangandaran, kondisi laut dalam keadaan baik.

Dengan kondisi laut seperti itu, Susi pun semakin mempertanyakan kebijakan diperbolehkannya ekspor pasir laut.

Padahal, sambungnya, kebijakan terkait ekspor bibit lobster sudah membuat laut dan nelayan sengsara.

"Apa, kau aduk-aduk, kau ambil lobster, menghabiskan lobster di alam. Kita nyari lobster untuk makan aja susah, kapal-kapal keruk asing mau kau masukin lagi."

"Sekarang pasir pun kau mau ambil. Kau aduk-aduk. Gila, gila," tegasnya.

Akibatnya, Susi mengatakan laut akan marah ketika kebijakan ekspor pasir laut dan ekspor bibit lobster diberlakukan.

"Laut kau kerjai, kau akan dikerjai olehnya, laut marah. Saya memohon dan berdoa, laut akan marah kepada kalian. Yang akan merusak, yang akan menghancurkan. Laut sebagai sumber kehidupan manusia dan semua makhluknya," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini