Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjanjikan tambang pasir laut yang akan dilakukan usai terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tak dilakukan secara masif.
Hal ini juga bentuk dirinya merespons adanya kekhawatiran para nelayan di Kepulauan Riau akan aktivitas mereka yang bakal terganggu karena penambangan pasir laut.
Diketahui, aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 itu memuat sejumlah kebijakan.
Baca juga: Istana Pastikan Pengerukan Sedimentasi dan Ekspor Pasir Laut Tidak Berlaku di Semua Wilayah
Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun.
Trenggono menyebut bahwa penambangan tidak akan dilakukan secara masif.
"Tidak [menggangu aktivitas nelayan]. Kita kan tidak masif. Kita melihat di mana hasil dari tim kajian," katanya kepada wartawan di Batu Ampar, Batam, Kamis (8/6/2023).
Menurut dia, apabila pasir laut atau hasil sedimentasi laut ini tidak diangkat, akan mengganggu kegiatan nelayan.
"Justru itu mengganggu nelayan. Kapal tidak bisa lewat dan sebagainya," ujar Trenggono.
Jika kelak penambangan pasir laut ini mengganggu jalannya kegiatan nelayan, ia memastikan akan menghentikannya.
"Kalau mengganggu nelayan, jelas kami hentikan. Ini kan dari tim kajian. Kalau perlu, nelayan dilibatkan dalam tim kajian," kata Trenggono.
Sebelumnya, tambang pasir laut disebut mengganggu aktivitas nelayan karena membuat dasar perairan hancur.
Selain itu, lumpur sisa produksi tambang atau tailing bisa terbawa arus mencemari perairan yang jaraknya puluhan mil dari lokasi tambang.
Tailing itu menutupi terumbu karang dan membuat ikan serta hewan laut lain menjauh.
”Dulu, waktu di sini masih banyak tambang, kami susah sekali cari ikan. Jangankan untuk dijual, untuk makan sendiri pun sering kurang,” kata salah satu warga di Pulau Bertam, Kota Batam, Mochtar (89), Selasa (30/5/2023) dikutip dari Kompas.id.