News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Trenggono Bantah PP Pengelolaan Hasil Sedimentasi Picu Eksploitasi Besar-besaran Pasir Laut

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bakamla mengamankan tongkang BG Bahtera Bahagia dan kapal TB Tirta Jaya VIII pengangkut pasir laut dari Pulau Citlim, Kecamatan Moro, Karimun, Kepulauan Riau.

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono merasa heran ada pihak yang menyebut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 dapat mengakibatkan eksploitasi besar-besaran pasir laut.

PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut memuat sejumlah kebijakan, salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun.

Trenggono membantah PP ini akan menimbulkan potensi eksploitasi besar-besaran pada pasir laut, padahal tim kajian yang membuat persyaratannya belum dibentuk.

"Eksploitasi besar-besaran? Dari mana? Saya mau tanya, eksploitasi besar-besaran dari mana? Tim kajian yang menentukan sedimentasi belum dibentuk. Belum dibentuk kalian sudah ributin itu," katanya kepada wartawan di Batu Ampar, Batam, Jumat (9/6/2023).

Menurut dia, masyarakat tak perlu takut akan potensi ekploitasi besar-besaran pada pasir laut. "Ekspor bukan hal utama. Tidak usah ditakutkan. Kunci saja tim kajian. Kalau tim kajian katakan tidak bisa, ya tidak bisa," ujar Trenggono.

Indonesia memiki riwayat akan eksploitasi pada pasir laut dan hal itu terutama terjadi di Kepulauan Riau (Kepri). Dikutip dari Kompas.id, sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura.

Volume ekspor pasir laut ke Singapura mencapai 250 juta meter kubik per tahun (Kompas, 16/2/2003).

Baca juga: Menteri Trenggono Klaim Ekspor Pasir Laut Untuk Jaga Kesehatan Perairan

Pengerukan pasir secara besar-besaran untuk diekspor ke Singapura juga hampir membuat Pulau Nipah di Batam tenggelam karena abrasi. Padahal, pulau itu menjadi salah satu tolok ukur perbatasan Indonesia dengan Singapura.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin, pun menyebut PP 26/2023 ini diterbitkan pemerintah utamanya untuk melayani kebutuhan reklamasi.

Baca juga: WALHI Bantah Klaim Ekspor Pasir Laut Bisa Sehatkan Kondisi Laut Indonesia 

"Pemerintah menggunakan istilah pengelolaan sedimentasi laut dalam PP No 26/2023. Sebenarnya, peraturan itu arahnya amat jelas untuk melegalkan penambangan pasir laut di mana-mana,” kata Parid saat dihubungi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini