Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan ada empat perusahaan yang mampu menjalankan hilirisasi bauksit.
Diketahui, pemerintah telah resmi melarang ekspor bauksit mentah per 10 Juni 2023.
Kebijakan ini sebagai upaya pemerintah mendorong hilirisasi komoditas tambang sehingga tak lagi diekspor dalam bentuk ore atau belum diproses.
Baca juga: Larangan Ekspor Bauksit: Dongkrak Pendapatan Negara, Jokowi Siap Digugat hingga Minimnya Smelter
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arief, mengatakan ada empat perusahaan yang mampu menghasilkan bijih bauksit ke alumina.
"Ada perkembangan juga di indsutri bauksit yang mengarah pada alumina dan alumunium. Ada empat perusahaan yang menghasilkan bijih bauksit ke alumina," katanya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 bertajuk 'Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah', Senin (12/6/2023).
Ia menyebut sudah ada satu perusahaan yang mampu menghasilkan alumunium dan ada satu yang kini sedang dalam tahap pengembangan.
"Ada satu yang menghasilkan dari alumina ke alumunium dan akan satu lagi berkembang di Kalimantan Utara untuk menghasilkan alumunium," ujar Irwandy.
Sebagai informasi, Indonesia memiliki cadangan bauksit yang mencapai 3,2 miliar ton.
Saat ini sudah ada empat fasilitas pemurnian bauksit di dalam negeri dengan kapasitas 4,3 juta ton.
Rencananya akan dibangun fasilitas pemurnian baru, yang akan menambah kapasitas produksi hampir 5 juta ton.
Dengan melarang ekspor bijih mentah bauksit, sekurang-kurangnya sudah ada tiga kebijakan terkait larangan ekspor di sektor mineral, di antara bauksit, nikel, dan aluminium ingot.
Baca juga: Kendala Hilirisasi Bauksit, Pengamat: Kapasitas Smelter Minim hingga Serapan di Dalam Negeri Kecil
Bijih bauksit akan diolah menjadi alumina, lalu aluminium dan aluminium ingot.
Ekspor Bauksit Dilarang Pemerintah, Pengamat Ingatkan 5 Hal Ini
Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif CESS (Center for Energy Security Studies) Ali Ahmudi mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal usai kebijakan ekspor bijih bauksit yang resmi dilarang.
Menurut Ali, setidaknya ada lima hal yang harus diperhitungkan oleh pemerintah.
Pertama, pemerintah perlu pemetaan potensi mineral (bauksit, dan lainnya) secara rinci meliputi resource, reserve dan proven.
"Kedua, perlu perhitungan dan pemetaan kapasitas smelter eksisting terkait daya serap bahan dasar yang ada sekarang dan rencana pengembangannya," kata Ali saat dihubungi Tribunnews, Minggu (11/6/2023).
Ali menambahkan, hal ketiga yang harus menjadi perhatian pemerintah yakni, perencanaan untuk pembangunan smelter baru oleh BUMN atau dari investor swasta nasional maupun investor asing.
Terlebih, kata dia, Indonesia menempati posisi kelima dengan produksi bauksit sebanyak 21 juta ton.
Namun, kapasitas smelter bauksit domestik saat ini hanya mampu mengolah input sejumlah 13 juta ton per tahun.
"Artinya daya serap smelter dalam negeri belum mampu menampung semuanya. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan kapasita produksi smelter eksisting dan pembangunan smelter baru," terangnya.
Dikatakan Ali, poin keempat adalah penyusunan ulang regulasi bagi kepentingan bersama dan menitikberatkan pada kepentingan nasional.
"Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus duduk bersama, dalam menyusun regulasi bagi kepentingan nasional," tutur dia.
Sementara yang terakhir, Ali menyampaikan bahwa pemerintah perlu menyiapkan insentif untuk memudahkan investor membangun smelter di Indonesia.
"Kelima, pemerintah menyiapkan beragam insentif (kemudahan perizinan, perpajakan, subsidi, dll) agar menarik investor untuk membangun smelter dan industri berbasis logam (termasuk aluminium) di Indonesia," jelasnya.
Meski begitu, Ali mendukung penuh kebijakan ekspor bauksit yang resmi dihentikan.
Terlebih, selama ini negara kehilangan banyak sumber pendapatan dan rakyat hanya menjadi konsumen belaka.
"Saya kira keputusan pemerintah untuk secara tegas melarang eksport bauksit mulai tanggal 11 Juni 2023 ini sudah tepat dan layak kita dukung," tegas dia.
"Kebijakan serupa terkait material (mineral) bahan dasar industri strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikendalikan penuh oleh pemerintah untuk kepentingan kemakmuran rakyat dan kejayaan bangsa," sambungnya