TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Stabilitas mata uang rupiah kini semakin terancam, pasalnya impor barang ke Indonesia diprediksi terus berlanjut.
Nilai tukar rupiah diprediksi bakalan melemah menurunkan nett export sehingga bisa mengganggu pemulihan ekonomi Indonesia.
Untuk diketahui, nilai impor Indonesia pada bulan Mei 2023 mencapai US$ 21,28 miliar atau naik 38,65 persen dari bulan sebelumnya.
Baca juga: IHSG Perkasa di 6.713 Rupiah Loyo Nyaris ke Rp 15.000/Dolar AS di Hari Kamis
Peningkatan impor terlihat dari kenaikan impor baik minyak dan gas (migas) maupun impor non migas.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan impor tersebut akan terjadi pada impor barang konsumsi, bahan baku dan juga barang modal.
“Contohnya barang konsumsi dan bahan baku berkaitan dengan impor pangan yang tinggi sekali.
Impor beras rencananya 3 juta ton, dan impor bawang putih serta daging bakal meningkat tajam,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (18/6/2023).
Menurutnya, lonjakan impor yang terus berlanjut akan menjadi beban pada neraca perdagangan Indonesia, sehingga surplusnya akan mengecil.
Apalagi, menjelang pemilihan umum (pemilu), ada kecenderungan impor pangan naik.
Kemudian, untuk impor barang modal termasuk mesin yang digunakan di proyek infrastruktur maupun proyek smelter nilainya akan terus naik.
Hal ini karena pemerintah tengah mempercpat pengerjaan infrastruktur diakhir masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Netizen di Twitter Keluhkan Penolakan Uang Rupiah Pecahan Rp75 Ribu untuk Transaksi Pembayaran
“Selama proyek infrastruktur ditargetkan selesai sebelum pemilu 2024 maka impor nya juga akan melonjak tajam,” kata Bhima.
Selian itu, program hilirisasi juga akan berdampak pada melonjaknya impor, karena teknologi untuk pengerjaan hirilisasi tersebut belum ada dalam negeri.
Selain itu, ada juga pengaruh tren investasi dari sebagian negara yang lebih memilih impor berbagai barang untuk memuluskan pengerjaan proyek di indonesia.