Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian menyatakan, kelapa sawit adalah sektor strategis yang berkontribusi signifikan terhadap devisa negara.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, sumbangan devisa ke negara naik 1,04 miliar dolar Amerika Serikat (AS) menjadi 29,65 miliar dolar AS pada 2022 dibanding tahun sebelumnya.
Namun, ekspor minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) tercatat mengalami penurunan 11,34 persen pada kuartal I 2023.
Baca juga: Hingga Mei, BPDPKS Himpun Dana Pungutan Ekspor Sawit Rp 186,6 Triliun, Dananya untuk Apa Saja?
"Kinerja ekspor 2023 ini meski turun 11,34 persen di kuartal I 2023 dibanding (kuartal I) 2022, ini semua disebabkan menurunnya harga CPO di pasar global," ujarnya dalam sesi dialog Menggapai Sawit Tetap Jadi Andalan Indonesia saat Dunia Penuh Ketidakpastian di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor CPO sebesar 5,92 miliar dolar AS dari Januari sampai Maret 2023 atau merosot 11,34 persen dibanding periode sama tahun 2022 senilai 6,67 miliar dolar AS.
"Sebenarnya bukan penurunan, tapi penyesuaian harga dengan minyak-minyak nabati dunia lain, dengan perubahan ikim, dan lainnya," kata Musdhalifah.
Baca juga: Oknum Pejabat Diduga Terlibat Dibukanya 3,3 Juta Hektar Kebun Sawit di Tengah Hutan
Dia menambahkan, karena itu, kelapa sawit Indonesia harus dijaga keberlanjutannya untuk perekonomian bangsa.
Sebab, tantangan kelapa sawit tidak hanya berasal dari luar negeri, tapi juga dalam negeri, sehingga harus disatukan maknanya agar bangga dengan kelapa sawit Indonesia.
"Dunia sedang dalam ketidakpastian akibat kita baru saja melalui Covid-19, kita juga dihadapi geopolitik yang beri dampak signifikan terhadap kondisi perekonomian dunia. Kita semua bekerja keras pulihkan ekonomi global secara signifikan di seluruh aspek," pungkasnya.