Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, terkait metodologi penghitungan angka deforestasi selalu ada pertentangan antara sistem nasional dan global.
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) KLHK Belinda A Margono mengatakan, untuk itu perlu ada verifikasi termasuk melalui penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan lembaga penelitian World Resources Institute (WRI) Global.
"Pada dasarnya sudah ada MoU untuk kita lakukan pendalaman, sudah ada semacam kegiatan verifikasi di lapangan.
Baca juga: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Optimis Bisa Capai Target Zero Waste 2030
Bandingkan yang kita hitung sebagai deforestasi dan yang mereka hitung forest lost seperti apa," ujarnya dalam Media Briefing Hutan dan Pengendalian Deforestasi Indonesia Tahun 2022, Senin (26/6/2023).
Belinda menjelaskan, hasil dari verifikasi tersebut nantinya dalam bentuk report atau laporan yang bisa disampaikan, di mana progres saat ini proses lapangan baru selesai pekan kemarin.
"Kami lakukan semacam perbandingan atau mengadu antara metodologi nasional dan global, yang jelas nasional ada lokal knowledge. Tahu betul mengenai wilayahnya dan proses verifikasi di lapangan kalau ada keraguan," kata Belinda.
Pada tempat sama, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK Ruandha Agung menambahkan, persoalan metodologi ini juga sempat diutarakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar beberapa waktu lalu.
"Adu metodologi yang disampaikan Bu menteri saat ini sedang verivikasi antara KLHK dan WRI internasional, kita cek hasilnya, lokasi yang terjadi perbedaan.
Dua pekan lalu di Provinsi Riau, beberapa hasil yang bisa disampaikan adalah metodologi WRI internasional untuk global, tidak bisa diterapkan begitu saja di seluruh negara, tergantung situasinya," tutur dia.
Baca juga: KLHK Jadikan Kejahatan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sebagai KLB
Dengan demikian, menurutnya perbedaan metodologi itu yang jadi awal mula untuk melakukan verivikasi dan nanti akan menerbitkan hasilnya.
"Kalau WRI internasional ada algoritma yang dilaksanakan di seluruh dunia, running berapa hari keluar hasilnya, seluruh global. Jadi, beda hasilnya, itu yang kita verivikasi, kita dan WRI internasional akan mengeluarkan hasil laporan itu," pungkasnya.