News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat Sebut Project S TikTok Berpotensi Mengancam Keberlangsungan UMKM di Indonesia

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi belanja online.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek TikTok bernama "Project S" semakin disorot.

Pengembangan Project S TikTok diduga sebagai langkah untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi sendiri di China.

Diketahui, TikTok pada Juni lalu memperluas bisnis mereka ke layanan ritel lewat sebuah proyek bernama ‘Project S’.

Langkah TikTok ini sebelumnya sudah dimulai terlebih dahulu di Inggris di mana Tiktok meluncurkan fitur belanja dengan nama Trendy Beat yang menjual barang-barang yang terbukti populer di platformnya.

Baca juga: Bantah Tudingan Menkop Teten Masduki, Project S TikTok Shop Tidak Ada di Indonesia.

Pengamat Teknologi Heru Sutadi, mengatakan Project S ini akan mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia.

”Ini yang kita takutkan di mana produk-produk luar negeri dengan mudah dijual dan masuk ke Indonesia. Karena ini tentu akan berdampak negatif bagi UMKM di Indonesia. Jadi memang harus ada perhatian,” jelas Heru dalam keterangannya, Senin (10/7/2023).

Baca juga: Asosiasi E-Commerce Bantah Project S TikTok Shop Beroperasi di Indonesia

Ia menilai bila pasar Indonesia diserbu barang impor, justru yang maju adalah negara tempat barang tersebut diproduksi. Sementara Indonesia hanya menjadi pasar dari produk-produk asing tersebut.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, pengaturan soal konten produk impor di e-commerce memang belum ketat, khususnya untuk e-commerce yang menerapkan praktik cross border hingga yang menerapkan model bisnis social commerce.

Baca juga: Kementerian Perdagangan akan Takedown Produk Minyakita yang Kembali Dijual di TikTok Shop

“Ada loopholes kebijakan seiring dengan naiknya tren belanja di social commerce," tukas Bhima.

“Kalau dibiarkan social commerce menjadi fasilitas masuknya barang impor ini akan berisiko bagi pelaku usaha lokal banyak yang akan gulung tikar," ungkap Bhima.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyampaikan bahwa revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) atau Permendag 50/2020 sangat dibutuhkan guna melindungi industri UMKM dalam negeri.

Tidak hanya itu, revisi ini juga dapat melindungi e-commerce dalam negeri serta konsumen karena dapat memastikan produk impor tidak dapat memukul harga milik UMKM dalam negeri.(Kontan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini