Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Kementerian BUMN 2005-2010 Muhammad Said Didu berpendapat, BUMN yang masih kuat dari sisi permodalan, tidak perlu mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN).
Bahkan dia memandang nilai Rp 57 triliun alokasi PMN tahun2023 yang diajukan Menteri BUMN Erick Thohir sangat tidak masuk akal.
"Minta Rp 57 triliun, sementara rakyat harga BBM naik kadang nggak bisa disubsidi, tapi Anda minta pernyataan modal negara untuk berbisnis itu logika rakyatnya hilang," kritiknya.
"Pertanyaan-pertanyaan kritis seperti itu saya paham Bu bahwa ini ribet, karena pada saat membahas PMN juga terjadi biasanya pertemuan di Hotel mulia sana," ujarnya dalam Focus Group Discussion "Penyertaan Modal Negara ke BUMN, Untuk Siapa?" di Ruang Rapat Pleno Fraksi PKS DPR RI, Jakarta, Rabu (12/7/2023).
Said Didu mengungkapkan, pertemuan di hotel tersebut biasanya menentukan nasib cair atau tidaknya penyertaan modal negara tersebut.
"Saya blak-blakan saja, biasanya menunggu WA dari sana, sudah beres nggak di sana, baru diketok, kalau nggak diputar terus nggak selesai-selesai. Itu saya paham betul, saya puluhan tahun membahas di Senayan, saya paham betul," katanya.
Baca juga: Said Didu Beberkan Pencairan PMN yang Penuh Drama, Garuda Akhirnya Selamat tapi Diusir
Said menambahkan, PMN merupakan uang masyarakat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Sebenarnya PMN itu adalah, mohon maaf saja, mengambil dompet rakyat untuk digunakan berbisnis. Itu kan lucu," kritiknya.
Baca juga: DPR Soroti Pencairan PMN ke BUMN Bermasalah, dari Jiwasraya hingga Garuda
"Dana APBN kan untuk kesejahteraan rakyat, tapi lucu Anda mengambil uang rakyat untuk berbisnis, sementara rakyat kekurangan subsidi pupuk, kan logikanya nggak kena bagi saya," pungkasnya.